Rabu, 19 Maret 2014

03. Nabi Musa Iri Pada Umat Muhammad (The Real Idol Series)

Note: "The Real Idol" memang ditulis dalam rangka mengikuti lomba Teenligi 2014, namun sejatinya ide tulisan ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu saat membaca buku Uswatun Hasanah karya Haddad Alwi.

Walau pada akhirnya dinyatakan tidak menang, saya tetap senang karena bisa menyelesaikan proyek pribadi tentang manusia paling istimewa sepanjang sejarah; Rasulullah Muhammad SAW.

Nah, karena sudah terlanjur ditulis, sayang rasanya jika hanya mengendap di laptop. So, saya akan mempostingnya di blog ini secara bertahap. Siapa tahu, akan ada satu atau dua atau berapa pun pembaca yang bisa memetik manfaat. Aminn....

Keseluruhan tulisan ini nantinya akan berada dalam satu label/kategori (The Real Idol). Tak jadi masalah jika membacanya secara acak atau berurutan. Silahkan lihat Daftar Isi untuk melihat keseluruhan bagian "The Real Idol" untuk memilih bagian-bagian yang lebih menarik untuk dibaca.

Selamat membaca dan selamat jatuh cinta pada manusia teristimewa, kekasih Allah, Muhammad bin Abdullah :)

---



Nabi Musa Iri Pada Umat Muhammad

“Mana mungkin Nabi Musa iri? Bukankah dia juga salah satu manusia istimewa yang mendapatkan banyak mukjizat. Allah juga menjadikannya Rasul dengan memberikan kitab Taurat. Allah juga memberikan privilege pada Nabi Musa untuk bisa bercakap-cakap langsung denganNya. Manusia seperti itu bisa iri pada kita, manusia biasa yang menjadi pengikut Nabi Muhammad? Rasanya kok nggak masuk akal ya?”
Kawans, tampaknya memang tak bisa dinalar, tapi hal itu memang benar adanya. Coba deh tengok kisah yang satu ini;
Alkisah, ketika Nabi Musa sedang membaca lembaran Taurat, dia mendapati di sana tertulis tentang cerita suatu umat. Maka Nabi Musa pun bertanya pada Allah;
“Tuhanku, aku menemukan suatu umat yang paling baik yang dituju kepada umat manusia untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Mereka beriman kepada kitab yang pertama dan yang terakhir. Mereka memerangi golongan orang-orang sesat sehingga mereka pun memerangi Dajjal. Jadikanlah umat itu sebagai umatku”
Allah menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
Lalu Nabi Musa pun meneruskan membaca. “Tuhanku, aku menemukan umat yang suka memujiMu, yang selalu mengawasi perputaran matahari dengan seksama. Bila mereka ingin melakukan sesuatu mereka berkata; “Insya Allah”. Jadikanlah mereka menjadi umatku”
Lantas Allah menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
“Tuhanku, aku aku menemukan bahwa ada umat yang apabila mereka naik ke atas bukit mereka mengucap takbir, apabila turun dari bukit ia bertahmid, tanah adalah suci bagi mereka, bumi adalah masjid bagi mereka di mana saja mereka berada, mereka disucikan dari junub, mereka bersuci menggunakan tanah apabila mereka tidak mendapatkan air, wajah mereka terang berseri karena wudhu, jadikanlah mereka sebagai umatku”
Lagi-lagi Allah menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
“Tuhanku, aku menemukan ada umat yang dikasihi dan mereka itu lemah. Mereka mewarisi Al Kitab. Mereka adalah umat pilihanMu. Di antara mereka ada yang berbuat zhalim  pada dirinya sendiri. Ada yang sederhana saja. Ada yang bersegera melakukan kebaikan. Aku tidak menemukan seorangpun di antara mereka kecuali dikasihi. Jadikanlah umat itu sebagai umatku”
Untuk ke sekian kali Allah menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
“Tuhanku aku menemukan dalam kita Taurat ada umat yang Mushaf mereka berada di atas dada mereka. Mereka berbaris ketika shalat seperti barisan Malaikat. Suara mereka di dalam Masjid bagaikan suara lebah. Tak satu pun di antara mereka yang masuk neraka kecuali orang yang enggan beramal kebaikan. Jadikanlah umat itu sebagai umatku”
Jawaban Allah masih sama; “Mereka adalah umat Muhammad”
“Lagi-lagi Umat Muhammad?”, batin Nabi Musa yang merasa kagum sekaligus iri dengan segala kemuliaan yang diperoleh umat Muhammad, hingga ia pun berkata; “Jika demikian, ijinkanlah aku menjadi pengikut Muhammad”.
“Itu tidak mungkin Musa, karena dia akan aku utus setelah engkau”, jawab Allah.
Nabi Musa pun kecewa mendengar jawaban tersebut.
Kemudian, Allah berfirman;
Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalahKu  dan untuk berbicara langsung denganKu, sebab itu berpegangteguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur” (QS. Al A’raaf:144).
Akhirnya, Nabi Musa pun mulai berlapang dada menerima kenyataan bahwa ia tak akan pernah bisa menjadi salah satu umat Nabi Muhammad seperti kita.
Mari kita renungkan sejenak, seorang Nabi Musa merasa “iri” pada kita semua yang terlahir setelah kelahiran Muhammad dan kemudian mengakui bahwa beliau adalah utusanNya. Seorang Musa yang telah dijamin pula mendapat kemuliaan di SurgaNya kelak bahkan masih merasa ingin menjadi seperti umat Muhammad dan sempat merasa tidak ridha bahwa Nabi Muhammad diutus setelah masa hidupnya?
 Subhanallah, semua itu tak kan terjadi seandainya Nabi Muhammad tidak mendapatkan kemuliaan yang begitu tinggi hingga para umat beliau pun ikut mendapatkan keistimewaan di mata Allah.

1 komentar:

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)