Bingkisan mungil yang
sudah kubeli beberapa bulan lalu itu masih tergeletak di tempat yang sama.
Itu bingkisan untuk ibuku. Hadiah ulang tahunnya yang sudah lewat tiga bulan
lalu.
Alasan klise yang
membuat bingkisan itu hingga saat ini masih ada bersamaku dan bukan bersama ibu
adalah karena aku sibuk. Karir di kota besar ini menelanku bulat-bulat. Jangankan
untuk pulang kampung di hari ulang tahun ibu, untuk menyenangkan diri sendiri
saja aku nyaris tak punya waktu.
Untunglah hari
ini akhirnya aku bisa pulang, tentu saja dengan membawa bingkisan untuk
ibu. Kudekap erat bingkisan yang di dalamnya ada sesuatu yang pasti membuat ibu
senang.
Dugaanku tidak salah, ibu menyambutku dengan senyum mengembang. Dengan riang, ia membuka
bingkisan yang sudah sejak lama kusiapkan.
Tiba-tiba sesuatu
yang aneh terjadi. Wajah ibu perlahan memburam. Awalnya kukira mataku
kelelahan, tapi semakin lama ibu semakin memudar dan akhirnya menghilang. Aku
berteriak-teriak memanggil ibu.
Dalam kebingungan
yang sangat, seseorang memanggil namaku dan mengguncang bahuku. Dengan napas
tertahan, aku merasa tubuhku menembus selapis kabut. Dalam
hitungan detik, sebersit kesadaran akan apa yang sesungguhnya terjadi membuat
hatiku ngilu.
Aku memang pulang
ke rumah ibu, tapi yang menyambutku bukan senyum ibu, melainkan jasadnya yang membujur kaku.
(selesai)