Sabtu, 07 Maret 2015

Alfa dan Lubang-Lubang Gelombang


Ketika merasakan beberapa lubang logika dalam “Gelombang”, saya menghembuskan nafas lega. Ternyata Dee Lestari adalah manusia biasa.
*
Siapapun percaya betapa Mbak Dee bekerja keras melakukan riset dan studi untuk melahirkan karya sespektakuler “Supernova”. Hasil riset yang begitu detil dan mendalam itu membuat karya-karya Mbak Dee selalu terasa seperti kisah nyata.  Tapi tetap saja, Supernova adalah sebuah karya fiksi yang tak luput dari lubang-lubang logika, termasuk juga yang terjadi dalam “Gelombang”.
Bukan lubang besar memang. Pastinya tidak sebesar lubang-lubang di jalan raya yang kerap dilalui kendaraan berat dengan muatan berlebihan di musim hujan. Lubang dalam "Gelombang" kecil saja. Seperti setitik noda di wajah mulus artis-artis Korea. Nyaris tidak mengganggu tapi tetap saja sempat membuat kening berkerut. Dan lubang-lubang itu, menurut saya, bersumber dari sang tokoh utama, Alfa Sagala.
Alfa is damn cool”, begitu kurang lebih twit Mbak @deelestari yang pernah saya baca dulu, beberapa bulan sebelum “Gelombang” akhirnya lahir dan mendarat dengan cantik di tangan saya. Siapa yang tidak penasaran jika seorang Dee mengatakan hal seperti itu mengenai tokoh utama dari serial yang sudah sejak lama ditunggu-tunggu penggemar Supernova seperti saya? Apalagi mengingat tokoh-tokoh sebelumnya; Bodhi, Elektra dan Zarah dengan kisahnya masing-masing yang begitu “spektakuler” dan “anti mainstream”, maka tak heran dong kalau ekspektasi saya terhadap Alfa menjadi agak berlebihan. Ternyata setelah sekitar dua hari tenggelam dalam “Gelombang”, saya merasa justru Alfa dengan segenap kekerenannya itu lah yang membuatnya menjadi tidak lebih keren daripada tokoh-tokoh di serial sebelumnya. (so far, Elektra is my favourite).
Alfa Sagala memang keren. Untuk itu saya sepakat. Tapi masalahnya hanya satu. He’s too perfect. Selain menjadi pengidap insomnia selama belasan tahun, Alfa digambarkan sebagai tokoh dengan jalan hidup yang terlalu mulus. Berbeda dengan Bodhi yang terlahir sebagai yatim piatu dan digeletakkan begitu saja di depan vihara, juga Elektra yang sempat gaptek, kuper dan harus berjuang untuk bertahan hidup setelah ayahnya meninggal, dan Zarah yang korban broken home. Menurut saya, sebagai tokoh utama, Alfa kurang “babak belur”.
Dan...inilah paket lengkap karakter "sempurna" seorang Alfa;
1.       Anak baik-baik yang suka mengalah. Dia rela dikerjain kedua abangnya untuk mengerjakan TTS dan mengirimkannya dengan modal uang tabungannya. Kemudian (jika menang) mendapatkan pembagian hadiah yang paling sedikit. (hal 60)
2.       Tampan. Alfa memiliki tubuh yang jangkung dan ganteng, sampai-sampai dijuluki pretty boy from fifth floor (hal 133)
3.       Cerdas linguistik. Sejak usia 17 tahun, ia sudah melahap Encyclopedia Americana (hal 111). Setahun di Amerika, ia menguasai 200 frase dalam berbagai bahasa agar bisa bertahan hidup di tengah-tengah komunitas geng di Hoboken (hal. 132)
4.       Pekerja keras. Di Amerika, Alfa bekerja paruh waktu di 3 tempat dan selalu mendapat nila A atau A+ di sekolah (hal 154).
5.       Pembaca cepat. Ia digambarkan sebagai speed reader with excellent memory (hal 304), sehingga bisa melahap habis semua buku tentang tehnik tidur sadar hanya dalam semalam (hal 305).
6.       Berbakat musik. Alfa menguasai alat musik gitar. Saat di New York, ia menjuarai semacam kompetisi musik di salah satu klub.
7.       Incredibly smart. Alfa kuliah di jurusan Engineering, namun ia seketika sukses bekerja di bidang Finance. Bahkan seorang Tom Irvine yang hebat  dan percaya diri begitu kagum padanya hingga rela merekrut Alfa yang saat itu berstatus WithOut Paper (aka imigran ilegal, hal 199).
8.       Pengidap insomnia tapi sehat luar biasa. Ia mengidap insomnia selama 11 tahun dan sama sekali tidak pernah mengalami gangguan kesehatan dan bahkan memiliki daya ingat yang hebat.
Dengan segala kesempurnaannya, saya jadi ingin menanyakan pertanyaan yang sama dengan Tom Irvine; “What kind of human are you, Alfa?” (hal 185)
Selain terlalu hebat dan terlalu keren, banyak kejadian dalam “Gelombang” yang menurut saya membuat Alfa terlalu beruntung;
1.       Kejadian di Tao Silalahi saat ia hendak dibunuh oleh Ompu Togu Urat. Ketika Alfa “dengan suatu cara yang tidak begitu jelas” tiba-tiba terlontar ke permukaan danau usai terhisap ke dasar air, secara ajaib dia berada dekat dengan lambung perahu yang terbalik.
2.       Kalaupun toh Alfa sempat diceritakan harus berjuang membayar hutang keluarga untuk membiayai kepergiannya ke Amerika, pada akhirnya yang membuat hutangnya menyusut dari Puncak Everest menjadi bukit tempatnya membaca Kho Ping Hoo adalah krisis moneter tahun 1998 (hal 187).
3.       Pertemuan Alfa dengan dokter Nicky Evans. Sebuah pertemuan antara penderita insomnia dan dokter yang kebetulan mendalami problem insomnia (yang juga mantan penderita insomnia) di sebuah kota besar di Amerika Serikat rasanya kurang lazim. Rasanya lebih pas jika saat di UGD, Alfa bertemu seorang dokter lain yang merekomendasikan Somniverse. Pertemuan dengan Nicky lebih tepat jika terjadi di Somniverse daripada di rumah sakit besar.
4.       Mengingat urusan keimigrasian yang begitu ketat, kok bisa ya Alfa berhasil menjadi siswa Hoboken High School dan bahkan menjadi mahasiswa di Cornell dengan status keimigrasian yang masih gelap. Sayang Dee kurang menjelaskan bagaimana teknis Amang Gultom yang belum pernah membawa anak SMA ke Amerika tetiba berhasil menyelundupkan Alfa hingga bisa menjadi siswa di Hoboken High School. Dee juga tidak menjelaskan mengapa Alfa bisa lolos menjadi mahasiswa di Cornell dengan status imigran ilegal. (Atau jangan-jangan di tahun 90an memang urusan imigrasi tidak seketat sekarang ya?)
5.       Sebagai perusahaan dengan intensitas kesibukan yang begitu tinggi di Andromeda Capital, agak aneh jika Tom Irvine sama sekali tidak keberatan ketika Alfa menghilang begitu saja selama beberapa hari selama mengikuti terapi di Somniverse dan kemudian berlanjut ke Tibet (bahkan menawari Alfa membiayai perjalanannya ke Tibet, hal 359). Mengingat karakter Tom Irvine yang tampak begitu perfeksionis dan punya ritme kerja yang sangat ketat, agak aneh jika dia membiarkan staffnya (yang baru bekerja selama 3 tahun) cuti tanpa alasan dan batas waktu yang jelas seperti Alfa.
Terlepas dari segala lubang-lubang dalam "Gelombang" yang bersumber dari tokoh utama, novel ini – seperti halnya serial Supernova yang lain – adalah bacaan mengagumkan yang membuat saya merenungkan kembali cara pandang terhadap kehidupan. Novel ini tataplah sebuah bacaan penambah wawasan yang disajikan dengan gaya bercerita nan legit dan gurih. Cara bercerita Dewi Lestari yang mengalir dengan sisipan humor-humor segar di sana-sini membuat saya tak rela melepas buku ini sebelum sampai di halaman akhir.

Buat saya, Dewi Lestari is damn cool!
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)