(artikel ini ditulis untuk Majalah Warta Boga)
Iya, betul, ide tulisan ini
memang berasal dari novelet dengan judul yang sama karya Dewi Lestari. Novel
pendek ini bercerita tentang sebuah toko roti tua yang mati suri dan hidup
kembali. Tan de Bakker, nama toko roti itu, berdiri sejak tahun 1943 dan berlokasi
di kota tua Jakarta. Di masa kejayaannya, Tan de Bakker adalah tempat
persinggahan para pecinta roti. Kepopuleran Tan de Bakker tidak lain karena
mereka memelihara Madre selama puluhan tahun. Madre-lah yang menjadikan produk
toko roti ini tetap menjadi legenda bahkan bertahun-tahun pasca kebangkrutannya.
Nah, sebagai seseorang yang
hampir 10 tahun bergaul dengan dunia pertepungan, novel yang banyak menyentil
perihal strategi bisnis dan brand
rejuvenation ini membuat hati saya tergelitik. Tergelitik untuk ikut
berbagi cerita tentang Madre. Sebab salah satu hal yang berpengaruh dalam
keberlangsungan siklus hidup Madre adalah produk yang saban hari diproduksi
oleh tempat saya bekerja, tepung terigu.
Apakah
Madre?
Madre berasal dari bahasa Spanyol
yang artinya “ibu”. Nama ini mungkin sedikit lebay karena Madre sejatinya
hanyalah adonan. Lebih tepatnya adonan untuk membuat roti. Jika Madre hanyalah
adonan roti, lantas apa istimewanya sampai Dewi Lestari bersusah payah
menuliskan kisahnya menjadi sebuah novel yang juga diangkat ke layar lebar?
Kenyataannya Madre memang
bukan adonan roti biasa yang dibuat dengan dengan menggunakan yeast instan yang
dibeli di toko. Madre adalah adonan biang. Dari adonan biang inilah, lantas
“terlahir” aneka jenis roti seperti foccacia,
baguette, pita, bagel dan lain-lain.
Adapun yeast instan yang kerap
kita jumpai di toko bahan roti hanya terdiri dari satu spesies fungi, yakni
Saccharomyces cereviceae saja. Madre tidak dibuat dengan menggunakan yeast
instan, melainkan dengan yeast alami yang “ditangkap” dari udara. Bedanya dengan
yeast instan adalah, yang tertangkap dari udara bisa terdiri dari berbagai
jenis spora yeast dan juga mikroorganisme lain dari keluarga bakteri
(Lactobacillus).
Sekilas pintas memang Madre
tampak seperti seonggok adonan hasil adukan tepung terigu dan air. Namun
kehadiran yeast dan Lactobacillus yang hidup bersimbiotik di dalamnya membuat
Madre menjadi tidak jelas definisinya. Apakah dia tergolong benda hidup atau
benda mati?
Di Indonesia, roti yang dibuat
dengan Madre memang tidak terlalu populer. Entah karena orang Indonesia
termasuk terlambat mengenal roti atau karena cita rasa roti dari Madre yang
tidak biasa. Rasa roti yang dibuat dari Madre memang khas, baik dari rasa,
aroma maupun tekstur crumb dan kulitnya.
Di Amerika, Madre disebut
dengan sourdough (adonan asam). Hal
itu karena cita rasa roti yang dibuat dari Madre memang sedikit asam. Hal ini
merupakan hasil metabolisme Lactobacillus yang mengubah gula menjadi asam
laktat dan asam asetat.
Sejarah
Madre
Catatan tertua tentang
pembuatan adonan biang adalah sejak sekitar 1500 SM di Mesir Kuno. Uniknya,
penciptaan adonan biang ini sepertinya ada karena ketidaksengajaan.
Banyak versi yang menceritakan
bagaimana awalnya orang Mesir menemukan Madre. Salah satunya adalah karena mereka
kerap membuat bir dan roti di tempat yang sama. Udara di sekitar tempat
pembuatan bir yang kaya akan spora fungi mungkin masuk ke dalam salah satu
adonan roti. Adonan ini kemudian membuat adonan roti datar (flat bread/makanan pokok orang Mesir
kuno) menjadi lebih mengembang dari biasanya.
Setelah melakukan berbagai
macam trial dan error, akhirnya mereka berhasil menemukan kultur adonan biang yang
dianggap memiliki rasa paling baik. Mereka menjaga agar adonan biang ini tetap
"hidup" dengan menambahkan tepung dan air. Adonan biang ini kemudian
merambah ke berbagai penjuru dunia karena dibawa oleh para penjelajah dunia
pada masa itu.
Salah satu adonan biang yang
terkenal hingga saat ini adalah sourdough
dari San Fransisco, Amerika Serikat.
Bagaimana
Membuat Madre
Berbicara tentang adonan biang
dan cara pembuatannya mungkin bisa menghabiskan seluruh halaman majalah Warta
Boga. Sebab ada berbagai macam cara untuk membuat adonan biang berjenis sourdough ini.
Pada prinsipnya, Madre bisa
dibuat dengan “menangkap” yeast alami dari udara atau dengan membuat kultur
sendiri. Hampir semua buah yang bisa dimakan bisa digunakan untuk membuat
kultur (tempat pengembangbiakan mikroorganisme), seperti pisang, nanas, apel,
manggis, kurma, strawberry, kentang dan lain-lain. Tentunya, dari mana kultur
ini berasal kelak akan mempengaruhi rasa roti yang dibuat.
Secara garis besar, beginilah cara membuat Madre;
- Campur terigu dan air dengan takaran tertentu.
- Apabila ingin menggunakan ragi liar dari udara, maka adonan tersebut dapat langsung disimpan di udara terbuka di dalam sebuah wadah dan ditutup dengan serbet kain.
- Apabila menggunakan kultur yang dibuat sendiri, maka dalam adonan air dan terigu tadi ditambahkan pula air dari kultur yang sudah disiapkan sebelumnya.
- Simpan hingga 3-4 hari. Jika adonan tampak mengembang, biarkan saja hingga mengempis sendiri. Itu pertanda yeast sudah mulai bekerja dan mulai membutuhkan asupan makanan.
- Ambil (buang) sebagian adonan dan tambahkan sisanya dengan campuran terigu dan air.
- “Beri makan” adonan dengan terigu dan air secara periodik hingga Madre siap dipakai untuk membuat adonan roti.
Ketika pembuatan Madre dilakukan
dengan “menangkap ragi liar” dari udara, proses yang terjadi adalah sebagai
berikut;
- Ketika terigu diaduk dengan air, kandungan starch dalam terigu akan menyerap air.
- Mulai detik itulah, enzim alami terigu akan aktif dan mulai bekerja memecah starch menjadi molekul glukosa.
- Glukosa ini kemudian akan memiliki fungsi yang sama seperti nektar bunga yang menarik serangga. Bedanya, yang tertarik untuk mampir ke adonan adalah mikroorganisme yang gemar mengkonsumsi glukosa, yakni spesies yeast tertentu dan bakteri dari genus Lactobacillus.
- Di dalam adonan, yeast akan berpesta pora dengan melahap glukosa dan menghasilkan gas karbondioksida. Gas ini akan terperangkap dalam adonan dan menyebabkannya mengembang.
- Karena di dalam adonan terdapat simbiotik yeast dan Lactobacillus, bakteri ini juga sama-sama melahap glukosa. Bedanya, hasil metabolisme Lactobacillus adalah asam laktat dan asam asetat (yang kelak memberikan rasa asam pada adonan dan roti yang dibuat).
- Senyawa asam ini sebenarnya juga berfungsi sebagai sistem pertahanan. Sebab pH sekitar menjadi rendah hingga bisa mencegah masuknya bakteri patogen.
- Untuk menjaga agar adonan biang ini tetap hidup dan cukup “sehat” untuk dipakai membuat roti, maka koloni mikroorganisme ini perlu diberi makan. Caranya adalah dengan menambahkan terigu dan air ke dalam kontainer yang berisi adonan biang.
Yang perlu diingat adalah,
pembuatan adonan biang ini sangat tergantung dengan kondisi air serta udara
sekitar. Jadi karena atmosfer di satu daerah bisa saja berbeda dengan daerah
lain, hasil akhir Madre yang dibuat bisa jadi berbeda (walaupun menggunakan
resep yang sama).
Hal yang menjadikan Madre
istimewa selain rasa, aroma dan teksturnya adalah karena roti yang dibuat dari
Madre lebih awet daripada roti yang dibuat dengan yeast instan.
Percaya tidak percaya, adonan
biang Madre bisa hidup puluhan bahkan ratusan tahun jika dirawat dengan cara
yang benar. Usia Madre mungkin saja bisa lebih lama dari usia pembuatnya,
karena Madre bisa diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi
lainnya. Tengok saja seorang wanita asal Newcastle, Lucille Clarke Dumbrill, (89 tahun) yang diberitakan telah memelihara
Madre yang berusia 122 tahun.
Jangan terburu-buru menganggap
menyantap roti dari Madre sama dengan menyantap mumi. Karena sebenarnya siklus
hidup Madre selalu diremajakan. Ketika adonan Madre berkembang, pembuat roti
akan mengambil sebagian untuk dibuat roti dan lantas menambahkan terigu dan air
baru di sisa adonan. Demikian seterusnya dan seterusnya hingga Madre bisa
bertahan sekian lama.
Kisah Tan de Bakker dan Madre-nya
bisa jadi hanyalah hasil imajinasi seorang Dewi Lestari, tapi adonan biang dan sourdough bukan rekayasa. Madre memang
telah ada jauh sebelum menara Eiffel atau Taj Mahal berdiri. Hingga kini, Madre
masih dipertahankan di negara-negara pecinta roti dan terus menerus
dilestarikan oleh para artisan (pembuat roti profesional dengan skill
manual/membuat roti dengan tangan). Selama produsen-produsen terigu seperti
bogasari masih ada, maka selama itu pulalah Madre juga akan terus ada.
Oya, mengenai pertanyaan di
atas, tentang apakah Madre digolongkan sebagai benda hidup atau benda mati?, silahkan
dijawab sendiri ya.
Semoga artikel ini bermanfaat ^-^
Referensi:
Madre, Dewi Lestari
Practical Baking
Blog dan Web terkait
Maaf mau tanya kalau pemberian pakanya itu berapa ukurnya ya?? Kira* berapa gram tepung dan berapa ml air??
BalasHapus