Rabu, 06 Maret 2013

Madre


(artikel ini ditulis untuk Majalah Warta Boga)

Iya, betul, ide tulisan ini memang berasal dari novelet dengan judul yang sama karya Dewi Lestari. Novel pendek ini bercerita tentang sebuah toko roti tua yang mati suri dan hidup kembali. Tan de Bakker, nama toko roti itu, berdiri sejak tahun 1943 dan berlokasi di kota tua Jakarta. Di masa kejayaannya, Tan de Bakker adalah tempat persinggahan para pecinta roti. Kepopuleran Tan de Bakker tidak lain karena mereka memelihara Madre selama puluhan tahun. Madre-lah yang menjadikan produk toko roti ini tetap menjadi legenda bahkan bertahun-tahun pasca kebangkrutannya.
Nah, sebagai seseorang yang hampir 10 tahun bergaul dengan dunia pertepungan, novel yang banyak menyentil perihal strategi bisnis dan brand rejuvenation ini membuat hati saya tergelitik. Tergelitik untuk ikut berbagi cerita tentang Madre. Sebab salah satu hal yang berpengaruh dalam keberlangsungan siklus hidup Madre adalah produk yang saban hari diproduksi oleh tempat saya bekerja, tepung terigu.

Apakah Madre?
Madre berasal dari bahasa Spanyol yang artinya “ibu”. Nama ini mungkin sedikit lebay karena Madre sejatinya hanyalah adonan. Lebih tepatnya adonan untuk membuat roti. Jika Madre hanyalah adonan roti, lantas apa istimewanya sampai Dewi Lestari bersusah payah menuliskan kisahnya menjadi sebuah novel yang juga diangkat ke layar lebar?
Kenyataannya Madre memang bukan adonan roti biasa yang dibuat dengan dengan menggunakan yeast instan yang dibeli di toko. Madre adalah adonan biang. Dari adonan biang inilah, lantas “terlahir” aneka jenis roti seperti foccacia, baguette, pita, bagel dan lain-lain.
Adapun yeast instan yang kerap kita jumpai di toko bahan roti hanya terdiri dari satu spesies fungi, yakni Saccharomyces cereviceae saja. Madre tidak dibuat dengan menggunakan yeast instan, melainkan dengan yeast alami yang “ditangkap” dari udara. Bedanya dengan yeast instan adalah, yang tertangkap dari udara bisa terdiri dari berbagai jenis spora yeast dan juga mikroorganisme lain dari keluarga bakteri (Lactobacillus).  
Sekilas pintas memang Madre tampak seperti seonggok adonan hasil adukan tepung terigu dan air. Namun kehadiran yeast dan Lactobacillus yang hidup bersimbiotik di dalamnya membuat Madre menjadi tidak jelas definisinya. Apakah dia tergolong benda hidup atau benda mati?
Di Indonesia, roti yang dibuat dengan Madre memang tidak terlalu populer. Entah karena orang Indonesia termasuk terlambat mengenal roti atau karena cita rasa roti dari Madre yang tidak biasa. Rasa roti yang dibuat dari Madre memang khas, baik dari rasa, aroma maupun tekstur crumb dan kulitnya.
Di Amerika, Madre disebut dengan sourdough (adonan asam). Hal itu karena cita rasa roti yang dibuat dari Madre memang sedikit asam. Hal ini merupakan hasil metabolisme Lactobacillus yang mengubah gula menjadi asam laktat dan asam asetat.



Sejarah Madre
Catatan tertua tentang pembuatan adonan biang adalah sejak sekitar 1500 SM di Mesir Kuno. Uniknya, penciptaan adonan biang ini sepertinya ada karena ketidaksengajaan.
Banyak versi yang menceritakan bagaimana awalnya orang Mesir menemukan Madre. Salah satunya adalah karena mereka kerap membuat bir dan roti di tempat yang sama. Udara di sekitar tempat pembuatan bir yang kaya akan spora fungi mungkin masuk ke dalam salah satu adonan roti. Adonan ini kemudian membuat adonan roti datar (flat bread/makanan pokok orang Mesir kuno) menjadi lebih mengembang dari biasanya.
Setelah melakukan berbagai macam trial dan error, akhirnya mereka berhasil menemukan kultur adonan biang yang dianggap memiliki rasa paling baik. Mereka menjaga agar adonan biang ini tetap "hidup" dengan menambahkan tepung dan air. Adonan biang ini kemudian merambah ke berbagai penjuru dunia karena dibawa oleh para penjelajah dunia pada masa itu.
Salah satu adonan biang yang terkenal hingga saat ini adalah sourdough dari San Fransisco, Amerika Serikat.

Bagaimana Membuat Madre
Berbicara tentang adonan biang dan cara pembuatannya mungkin bisa menghabiskan seluruh halaman majalah Warta Boga. Sebab ada berbagai macam cara untuk membuat adonan biang berjenis sourdough ini.
Pada prinsipnya, Madre bisa dibuat dengan “menangkap” yeast alami dari udara atau dengan membuat kultur sendiri. Hampir semua buah yang bisa dimakan bisa digunakan untuk membuat kultur (tempat pengembangbiakan mikroorganisme), seperti pisang, nanas, apel, manggis, kurma, strawberry, kentang dan lain-lain. Tentunya, dari mana kultur ini berasal kelak akan mempengaruhi rasa roti yang dibuat.
Secara garis besar, beginilah cara membuat Madre;
  1. Campur terigu dan air dengan takaran tertentu.
  2. Apabila ingin menggunakan ragi liar dari udara, maka adonan tersebut dapat langsung disimpan di udara terbuka di dalam sebuah wadah dan ditutup dengan serbet kain.
  3. Apabila menggunakan kultur yang dibuat sendiri, maka dalam adonan air dan terigu tadi ditambahkan pula air dari kultur yang sudah disiapkan sebelumnya.
  4. Simpan hingga 3-4 hari. Jika adonan tampak mengembang, biarkan saja hingga mengempis sendiri. Itu pertanda yeast sudah mulai bekerja dan mulai membutuhkan asupan makanan.
  5. Ambil (buang) sebagian adonan dan tambahkan sisanya dengan campuran terigu dan air.
  6. “Beri makan” adonan dengan terigu dan air secara periodik hingga Madre siap dipakai untuk membuat adonan roti.

Ketika pembuatan Madre dilakukan dengan “menangkap ragi liar” dari udara, proses yang terjadi adalah sebagai berikut;
  1. Ketika terigu diaduk dengan air, kandungan starch dalam terigu akan menyerap air.
  2. Mulai detik itulah, enzim alami terigu akan aktif dan mulai bekerja memecah starch menjadi molekul glukosa.
  3. Glukosa ini kemudian akan memiliki fungsi yang sama seperti nektar bunga yang menarik serangga. Bedanya, yang tertarik untuk mampir ke adonan adalah mikroorganisme yang gemar mengkonsumsi glukosa, yakni spesies yeast tertentu dan bakteri dari genus Lactobacillus.
  4. Di dalam adonan, yeast akan berpesta pora dengan melahap glukosa dan menghasilkan gas karbondioksida. Gas ini akan terperangkap dalam adonan dan menyebabkannya mengembang.
  5. Karena di dalam adonan terdapat simbiotik yeast dan Lactobacillus, bakteri ini juga sama-sama melahap glukosa. Bedanya, hasil metabolisme Lactobacillus adalah asam laktat dan asam asetat (yang kelak memberikan rasa asam pada adonan dan roti yang dibuat).
  6. Senyawa asam ini sebenarnya juga berfungsi sebagai sistem pertahanan. Sebab pH sekitar menjadi rendah hingga bisa mencegah masuknya bakteri patogen.
  7. Untuk menjaga agar adonan biang ini tetap hidup dan cukup “sehat” untuk dipakai membuat roti, maka koloni mikroorganisme ini perlu diberi makan. Caranya adalah dengan menambahkan terigu dan air ke dalam kontainer yang berisi adonan biang.
Yang perlu diingat adalah, pembuatan adonan biang ini sangat tergantung dengan kondisi air serta udara sekitar. Jadi karena atmosfer di satu daerah bisa saja berbeda dengan daerah lain, hasil akhir Madre yang dibuat bisa jadi berbeda (walaupun menggunakan resep yang sama).
Hal yang menjadikan Madre istimewa selain rasa, aroma dan teksturnya adalah karena roti yang dibuat dari Madre lebih awet daripada roti yang dibuat dengan yeast instan.

Percaya tidak percaya, adonan biang Madre bisa hidup puluhan bahkan ratusan tahun jika dirawat dengan cara yang benar. Usia Madre mungkin saja bisa lebih lama dari usia pembuatnya, karena Madre bisa diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Tengok saja seorang wanita asal Newcastle, Lucille Clarke Dumbrill,  (89 tahun) yang diberitakan telah memelihara Madre yang berusia 122 tahun.
Jangan terburu-buru menganggap menyantap roti dari Madre sama dengan menyantap mumi. Karena sebenarnya siklus hidup Madre selalu diremajakan. Ketika adonan Madre berkembang, pembuat roti akan mengambil sebagian untuk dibuat roti dan lantas menambahkan terigu dan air baru di sisa adonan. Demikian seterusnya dan seterusnya hingga Madre bisa bertahan sekian lama.

Kisah Tan de Bakker dan Madre-nya bisa jadi hanyalah hasil imajinasi seorang Dewi Lestari, tapi adonan biang dan sourdough bukan rekayasa. Madre memang telah ada jauh sebelum menara Eiffel atau Taj Mahal berdiri. Hingga kini, Madre masih dipertahankan di negara-negara pecinta roti dan terus menerus dilestarikan oleh para artisan (pembuat roti profesional dengan skill manual/membuat roti dengan tangan). Selama produsen-produsen terigu seperti bogasari masih ada, maka selama itu pulalah Madre juga akan terus ada.
Oya, mengenai pertanyaan di atas, tentang apakah Madre digolongkan sebagai benda hidup atau benda mati?, silahkan dijawab sendiri ya.

Semoga artikel ini bermanfaat ^-^

Referensi:
Madre, Dewi Lestari
Practical Baking
Blog dan Web terkait

1 komentar:

  1. Maaf mau tanya kalau pemberian pakanya itu berapa ukurnya ya?? Kira* berapa gram tepung dan berapa ml air??

    BalasHapus

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)