Rabu, 03 Mei 2017

Pulau Tabuhan, Sepercik Eksotika Ujung Timur Pulau Jawa


Perjalanan kami ke Pulau Tabuhan, Banyuwangi memang termasuk mendadak. Tapi untuk urusan jalan-jalan memang kami seringkali begitu, spontan. Saya masih ingat ketika kami memutuskan pergi berlibur 4H3M di Bali tanpa ada rundown yang pasti hendak ke mana aja. Pokoknya pergi aja ke Bali. Waktu itu spontanitas kami membawa kami sampai ke Trunyan, sebuah desa kuno dengan adat purbakala yang masih bertahan hingga kini. Tempatnya eksotis dan mempesona. Eits, tapi postingan kali ini bukan mau cerita tentang Bali, melainkan tentang tetangganya, Pulau Tabuhan.

Yups, dari Pulau Tabuhan ini memang Pulau Bali kelihatan jelas. Betapa tidak, Pulau kecil yang tak berpenghuni ini memang masuk wilayah Banyuwangi, kota di ujung timur Pulau Jawa.
Ada beberapa alasan mengapa kami memilih Pulau Tabuhan untuk liburan. Satu, kami memang mencari jalur liburan yang tidak terlalu padat. Dua, pengalaman snorkling di Gili Labak minggu sebelumnya masih belum memuaskan karena terkendala arus yang deras. Tiga, untuk menebus rasa bersalah karena kami pergi ke Gili Labak tanpa mengajak anak-anak. Empat, karena kami sudah mendapatkan informasi dari temen-temen yang sudah lebih dulu ke sini bahwa Pulau Tabuhan sangat anakable banget ;D
So, hari Sabtu siang sepulang kerja, kami langsung berangkat ke Banyuwangi. Perjalanan dengan mobil memakan waktu sekitar 8 jam. Kami cuma sempat berhenti dua kali, di masjid dan di Indomaret untuk beli kopi. Saran saya kalau bawa mobil sendiri, apalagi kalau berangkatnya tepat setelah pulang kerja, sebaiknya ada dua orang atau lebih yang bisa nyetir. Supaya bisa gantian nyetirnya. Nah, kami sampai di hotel sekitar jam 10 malam. Kami nginep di Baru Dua Beach Hotel yang lokasinya pas banget di pinggir pantai. Jadi di pagi harinya selepas sholat Subuh, kami sudah nongkrong di belakang hotel demi menunggu matahari terbit.

Hari Minggu jam 6 pagi kami sudah berangkat menuju Bangsring Underwater. Search aja di google map; “Bunder-Bangsring Underwater”. Petunjuk jalannya juga cukup jelas, dan ada semacam tugu selamat datang di pintu masuknya. Tulisannya kalau nggak salah Wisata Pulau Tabuhan (sori saya lupa nggak motret). Kami sampai di loket sebelum jam setengah tujuh pagi. Ini memang kami sengaja karena teman kami sudah wanti-wanti agar tiba di loket sebelum buka supaya bisa segera dapat perahu. Sebenarnya jam buka loket adalah jam 7, namun entah karena hari itu hari libur panjang atau karena masnya ngga tega ngeliat muka saya yang memelas di depan pintu loket, akhirnya kami sudah dilayani tepat pukul setengah tujuh. Alhamdulillah kami bisa langsung berangkat, mengingat hari itu ternyata bookingan perahu menuju Tabuhan dan Menjangan cukup banyak. Ada sekitar 40 bookingan katanya.

Oke, ini yang terpenting, biaya menuju ke Pulau Tabuhan sudah fix. Jadi kita ngga perlu nego-nego lagi sama pemilik perahu seperti yang pernah saya alami di Bali atau Pantai Pasir Putih. So, biaya untuk paket snorkling di Tabuhan adalah sebagai berikut:
Perahu Rp 500 ribu (max 10 orang, kalau 10 orang lebih dikit gimana? Kalau lebihannya ngga banyak (semisal lebih 2-3 orang, maka per orang kena tambahan charge 50 ribu)
Sewa alat snorkling 30 ribu/orang
Guide 50 ribu
Dokumentasi underwater 150 ribu
Kalau yang ingin ke Pulau Menjangan, biayanya sekitar 2.3 juta untuk 10 orang (include makan siang).

Perjalanan menuju ke Tabuhan memakan waktu sekitar 20 menit. Dari sana, Pulau Menjangan bisa kelihatan dari kejauhan. Duh yaaa....aslinya kepengen banget sekalian ke sana. Apalagi guide kami bilang di sana terumbu karangnya jauh lebih bagus dan ikan-ikannya lebih berwarna dan besar-besar. Tuh bikin ngiler kan? Secara mumpung udah sampai sana gitu lho. Tapi berhubung ini kan masih trial ngajak anak-anak snorkling, dan lagi kok rasanya rugi kalau ke sana cuma berempat, akhirnya kami putuskan untuk ke Menjangan lain kali aja.
So, back to Pulau Tabuhan yah. Daya tarik Pulau Tabuhan ada pada airnya lautnya yang jernih dan tenang. Berbeda dengan di Gili Labak, start snorkling di sini dimulai dari pinggir pantai, bukan nyemplung dari atas perahu. Nah jadi ini aman banget untuk anak-anak. Terumbu karang di area snorkling kami tidak banyak. Tapi kami tetap bisa melihat aneka hewan laut di sini. Selain ikan dan ubur-ubur, kami sempat berjumpa dengan bintang laut biru yang cantik ama cacing laut yang tekstur kulitnya squishy bangett. Hal yang agak di luar dugaan adalah cukup banyak plankton di sini. Akibatnya belum semenit saya kena air laut, kulit yang terpapar langsung sama air laut langsung terasa gatal cenderung pedih. Agak panik awalnya, tapi lama-lama biasa juga. Kami menghabiskan waktu sekitar satu jam di Pulau Tabuhan.



Oya, di Tabuhan ini ngga ada rest area yaa. Kalaupun ada warung jam bukanya ngga jelas. So saran saya, jangan lupa bawa bekal makanan dan minuman secukupnya. Karena kalau snorkling itu sudah pasti haus dan laper. Trus...sampah makanan dan minumannya bawa balik lagi ya. Jangan dibuang di Tabuhan meski di situ ada tempat sampahnya juga. Karena saya kok ngga ngeliat ada petugas yang buang sampah. Jadi meski ada tempat sampah tapi isinya ngga pernah diangkut ya sama aja boong.
Dalam perjalanan pulang kembali ke Bangsring, kami mampir ke Rumah Apung Bangsring (ini memang sudah termasuk paket wisatanya). Di sini lagi-lagi kami diajak snorkling melihat terumbu karang. Cuma kali ini lokasi terumbu karangnya agak dalam. Sekitar 4 meteran. Meski dalam, terumbu karang di sini lebih bagus dan besar-besar. Ikan-ikannya juga banyak. Lokasi ini juga dijadikan pembibitan terumbu karang. Puas melihat terumbu karang, kami ngasih makan ikan yang jumlahnya buanyak dan ukurannya cukup besar di sekitar Rumah Apung. Caranya dengan menggenggam roti yang kemudian akan dikerubuti oleh ikan-ikan laut. Seru seru ngeri gitu deh, hehe. Apalagi jari saya sempet digigit. Tapi tenang aja, ikan-ikannya bukan ikan karnivora kok. Kalaupun sampai kegigit, rasanya Cuma kaget sedikit, ngga sakit sama sekali.



Atraksi utama Rumah Apung adalah penangkaran hiu. Kami sempat nyemplung ke kandang anak hiu dan foto-foto di situ. Rasanya ngeri-ngeri pengen tau, hehe.

Nah, sekarang giliran cerita sisi negatifnya wisata Bangsring-Tabuhan yah.
Guys, ini serius bangett. Plisss....jangan pernah buang sampah di laut yaaa. Apapun alasannya. Kasian itu makhluk-makhluk laut terkotori ruang hidupnya. Bisa kebayang nggak kalau tiba-tiba ada orang yang buang sampah di ruang tamu rumahmu? Mangkel nggak? Mangkel kan? Nah, begitu juga dengan laut. Laut itu sejatinya adalah rumah bagi buanyak makhluk hidup. Namun nyatanya, sampah di Bangsring Tabuhan tuh buanyak banget. Kalau saya perhatiin foto-foto underwater kami, hampir semuanya pasti ada sampah yang ketimpul-ketimpul. Duuuhhh...sedih banget. Mulai dari plastik mie instan, plastik pembalut, plastik minyak goreng sampai botol henbodi.

Memang si, kalau mau nyalahin bisa aja kita nyalahin pengelola tempat wisata Bangsring Tabuhan, kenapa kok mereka ngga ada program cleaningnya. Tapi ya ngga bisa gitu juga dong. Seandainya pengunjung, baik yang cuma bentar kaya kami atau yang sampai kemping di sana, memiliki kesadaran yang tinggi untuk tidak buang sampah di laut, pastinya akumulasi sampah nggak akan sampai segitu banyaknya walaupun tanpa adanya program pembersihan.     
Oke, sampai sini dulu yah ceritanya.

Kalau saya ditanya, apakah pengen balik lagi ke Tabuhan. So pasti pengen banget. Malah kami sudah merencanakan untuk ke Menjangan di kesempatan berikutnya. 

Rabu, 19 April 2017

Exploring Gili Labak via Gili Genting


Akhirnyaaaa….setelah mengalami drama yang serunya ngalah-ngalahin drama Korea atau sinetron Indonesia, kita berangkat juga ke Gili Labak, sebuah pulau dengan pantai bintang lima di ujung perairan Madura. Oke, abaikan soal drama karena itu sudah tidak penting lagi untuk dibahas. Nggak usah kepo juga nanya-nanya dramanya soal apa ya. Yang penting pada akhirnya kami semua bisa pergi ke Gili Labak dan pulang kembali dengan sehat dan selamat, untuk kemudian bisa kembali nulis di blog yang sudah banyak sarang laba-labanya ini (soalnya jarang ditengokin, hihi).
Langsung saja yah, ini buat referensi temen-temen, ibu-ibu, bapak-bapak, kakak adik, om dan tante yang pengen juga mengunjungi pulau kecil nan indah ini.
Oya, sebelumnya terima kasih yang tak terhingga untuk menejemen bogasari flour mills yang telah mengadakan program rekreasi karyawan, yang membebaskan kami untuk memilih destinasi wisata sesuai selera, sehingga kami bisa bener-bener feel so refresh dan ready to rock the flour mills again :D (Sori bahasanya nyampur-nyampur akibat terlalu excited)
Nah balik lagi ke soal rekreasi yah. Berhubung kami tergolong nggak suka ribet, terutama kalau urusan happy-happy, maka kami memilih untuk menggunakan jasa tour organizer. Biayanya Rp. 250 ribu untuk trip 1H1M ke Gili Genting-Gili Labak. Enak siy, Cuma tinggal bawa badan ke meeting point, bawa perlengkapan pribadi dan uang secukupnya, lantas duduk manis aja udah sampe ke tujuan. So, ini lah rundown trip kami tanggal 16 April lalu.

Sabtu, 23:30-24:00. Persiapan Berangkat
Meeting point ada di Stasiun Gubeng Baru. Saat saya datang, sudah menanti 3 Elf yang siap membawa kami ke Sumenep.

Minggu 24:00-03.30. Perjalanan ke Sumenep
Travel yang kami pakai cukup on time kok. Cuman ya gitu, berhubung jalanan sepi, akhirnya kecepatan laju sang Elf ini lumayan juga. Niat hati ingin tidur selama perjalanan pun buyar karena ngeri dengan speed kendaraan. Ya tapi bagi yang sudah biasa mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi macam mas bojo di sebelah saya ya bisa tidur nyenyak sampai ngorok-ngorok segala.

Minggu 03:30-05:00. Istirahat di Wisma Tamu
Yang dimaksud istirahat sebenarnya bukan berarti istirahat di kamar gitu. Rumah singgah yang dimaksud ini punya teras yang cukup luas dan bersih untuk kami baring-baring sebentar sambil menunggu Shubuh. Persis di sebelah rumah ada surau dan beberapa kamar mandi. Jangan lupa tapi, masuk kamar mandi ada ongkosnya lhoo. Siapkan saja uang receh 2000an dan 1000an, karena kalau nggak masukin uang ke kotak, sudah ada umi-umi yang nungguin di depan kamar mandi dan siap negur siapa aja yang nggak bayar.



Minggu 05:00-06:00. Perjalanan ke Gili Genting
Tepat pukul lima pagi, kami mulai berjalan menuju dermaga. Letaknya kira-kira cuma 300 meter dari wisma. Kami naik perahu nelayan berkapasitas 60 Ton. Dari perahu ini lah kami bisa menikmati matahari terbit. Ini sebenernya agak beda dengan scenario awal. Jadi mestinya, kami sudah naik perahu sejak jam 3 pagi, lantas menikmati matahari terbitnya di Gili Genting. Tapi berhubung (menurut informasti guide), laut sedang surut, akhirnya kami harus nunggu air pasang dulu untuk bisa berangkat. Tapi nggak masalah, melihat matahari terbit dari sebuah perahu nelayan pun juga tetap terasa sensasional kok. Apalagi diselingi dengan pemandangan perahu-perahu nelayan yang lalu lalang, keramba-keramba dan siluet pulau-pulau lain dengan background warna langit yang merah jingga. Duh….betapa yaaa….Allahu akbar….
Perjalanan laut menuju Gili Genting ini memakan waktu sekitar 30 sampai 45 menit.


Minggu 06:00-07:00. Sarapan di Gili Genting
Nah begitu sampai di Pulau Gili Genting, sebaiknya siap-siaplah untuk basah, karena tidak ada dermaga semacam di Sumenep tadi. Jadi perahu langsung merapat sedekat mungkin dengan bibir pantai. Saat kami turun dari perahu, sudah disambut dengan air laut setinggi lutut. Jadi kalau yang mau pakai rok, sebaiknya pakai daleman celana panjang yah.
Di pulau ini, kami sudah disambut sama spot-spot foto yang emang sudah disediakan pengelola. Pantainya sepi, hanya ada beberapa grup wisatawan yang sudah lebih dulu bermalam di sana. Jadi di Pantai Sembilan ini, selain bisa menginap di tenda, juga bisa menginap di semacam rumah kayu yang posisinya tepat menghadap laut.
Nah, begitu kami sampai di sini, langsung lah kami foto-foto buat dokumentasi LPJ kantor, hehe. Habis gitu, sebagian masih lanjut foto-foto, sebagian lagi sarapan (sudah disediakan nasi box oleh travel) dan sebagian lagi langsung lepas kaos dan nyemplung laut. Airnya jernih, tenang dan renangable banget. Saya aja nyaris tergoda untuk ikutan nyemplung kalau ngga inget bahwa kami masih harus menempuh perjalanan laut lagi menuju Gili Labak dan baju ganti yang saya bawa terbatas.
So, saran saya buat yang suka renang, usahakan bawa baju ganti lebih ya.

Minggu 07:00-08:30. Perjalanan ke Gili Labak
Perjalanan ke Gili Labak memakan waktu sekitar 90 menit. Saat itu (kelihatannya) air laut cukup tenang, tapi ketika di atas perahu goyangannya lumayan juga. Tapi mungkin karena kami perginya ramai-ramai, maka perjalanan panjang yang cukup memualkan (bagi sebagian orang ini) jadi nggak terasa.
Pas udah keliatan pulaunya, huwiii seneng banget rasanya. Apalagi ketika Gili Labak tuh ternyata semakin dekat semakin keliatan cuantik. Buat saya yang jarang mbolang ke remote area karena masih punya anak kecil-kecil, rasanya itu pantai subhanallah buanget cakepnya. Kombinasi warna biru langit, pepohonan hijau, pasir putih dan warna laut yang berlapir-lapis biru hijau tosca sungguh membuat nafas tertahan.
Oke, here we go! Mari menikmati surga dunia!!

Minggu 09:00-11:00. Snorkling
Ini dia momen yang ditunggu-tunggu. Buat saya ini pengalaman perdana, jadi rasanya ya so pasti excited banget. Rombongan tamu hari itu dibagi jadi dua batch bergantian karena keterbatasan peralatan. Kami memilih batch pertama. Jadi tak lama setelah tiba, kami langsung kembali naik perahu untuk berangkat ke tempat snorkeling.
Peralatan snorkeling berupa life vest dan goggles sudah disiapkan. Cuman karena saya tahu bahwa pakai snorkeling goggles itu nggak nyaman, saya memilih untuk pakai kacamata renang biasa. Dan tentu saja dengan sok pedenya saya nggak mau pakai life vest. Ternyata….di sinilah saya baru tahu asal muasal peribahasa “air tenang itu menghanyutkan”. Saya kaget ketika ternyata arus dalam laut di lokasi snorkeling kami cukup deras juga. Tahu-tahu saya sudah berada di posisi yang cukup jauh dari perahu. Duh pantas aja itu si mas-mas guide pada pakai sepatu katak semua. Untung saja di lokasi snorkeling sudah disediakan tali. Jadi saya tinggal menarik diri saya sendiri pakai tali untuk kembali ke perahu.
Mengenai lokasi snorklingnya sendiri menurut saya tidak terlalu bagus. Ya mungkin ini kebetulan saja karena memang sejak berangkat saya sudah mendapat info yang berbeda-beda mengenai snorkeling area di Gili Labak. Ada yang bilang kalau snorkeling di Gili Labak biasa-biasa aja, ada yang bilang bagus banget. Nah kalau menurut saya si biasa-biasa aja. Soalnya airnya kebetulan agak keruh, terumbu karangnya juga tidak terlhat terlalu warna-warni dan ikannya tidak terlalu banyak. Jadi kesimpulan saya, mengenai spot snorkeling ini tergantung amal ibadah J. Jika beruntung ya bisa dapat spot bagus. Tapi…terlepas dari bagus tidaknya lokasi snorkeling, saya tetep enjoy menikmati acara snorkeling ini, apalagi ketika momen pemotretan bawah air, cieee….
Oya, untuk underwater shoot, saya kudu acungkan jempol untuk mas-mas guide yang bener-bener support. Jadi gini, kalau kita tidak cukup pede untuk lepas life vest dan goggles, kita boleh kok dipotret dari permukaan saja. Hasilnya bagus karena cahaya di permukaan cukup, tapi kurang epic. Nah, kalau kita cukup pede untuk menyelam, mas-mas guide ini akan bantu supaya kita bisa masuk ke dalam hingga menyentuh karang. Kedalamannya kurang lebih antara 1.5 sampai 2 meter. Saya sendiri aslinya dalam kondisi biasa, maksudnya kalau di kolam renang, bisa-bisa aja nyelem sampai kedalaman segitu. Tapi berhubung di sana arusnya kenceng banget, saya Cuma bisa menyelam hingga semeteran aja. Awalnya mas Musa (nama guide kami), menawarkan untuk membantu biar saya bisa nyelam hingga ke bawah. Caranya dengan menarik tangan saya lantas dipotret sama dia. Tapi ternyata nafas saya yang nggak kuat karena saya nyemplung tanpa pakai pelampung. Akhirnya saya minta jeda sejenak untuk atur nafas dan pindah ke lokasi yang lebih dangkal. Di sini saya lebih beruntung. Lagi-lagi saya dibantu untuk bisa lebih cepat sampai ke dasar laut hingga menyentuh terumbu karang. Kali ini caranya dengan didorong bukan ditarik. Dan voila…akhirnya dapet lah foto bawah air yang epic, hehe… Cuma belakangan saya jadi nyesel, kenapa ngga minta diulang untuk didorong lagi yak? Asik ternyata nyelem sampai bawah sampai bisa pegang karang :D

Minggu 11:00-13:00. Bebas, ishoma, bersih diri
Setelah kembali ke pantai, kami lantas jalan-jalan keliling pulau. Jangan berharap ada wahana-wahana semacam banana boat, jetski atau kano di sana. Satu-satunya wahana selain terumbu karang di Gili Labak ya pantai itu sendiri. Pulau Gili Labak itu ternyata sangatlah kecil hingga seluruh bagian pulau itu adalah pantai. Kalau berjalan kaki keliling pulau mungkin hanya makan waktu setengah jam saja. Kami menghabiskan waktu bebas selama dua jam untuk berjalan-jalan dan berenang di air yang jernih. Duh yaaa…itu laut rasanya kaya ada tangan yang narik-narik gitu. Jadi tiap kali mentas, rasanya pengen nyebur lagi nyebur lagi. Pokoknya ketika lagi berendem di laut, rasanya nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Dannn….di Gili Labak itu sepertinya sejam bukan lagi enam puluh menit deh. Sepertinya jarum jam berputar lebih cepat dari biasanya. Tahu-tahu udah mendekati jam 1 siang, waktunya kembali ke Sumenep L
Oya, untuk makan nggak usah khawatir. Di Gili Labak ada warung-warung yang jual kelapa muda dan ikan bakar. Tapi karena saya saat itu lagi kepengen kuah-kuah, akhirnya cuma pesen indomie rebus sama telor. Nah menurut temen saya yang pesen ikan bakar, rasanya enak, apalagi sambelnya.
Terus untuk mandi, juga ada kamar mandinya kok. Hanya saja pakai air payau. Kalau mau tambah air tawar untuk bilas bisa juga, Cuma bayar lagi 10 ribu per gallon.

Minggu 13:00-15:00. Perjalanan Kembali ke Sumenep
Nah, cerita bagian ini agak bikin sebel. Pertama karena kita udah harus ninggalin pulau cantik nan mempesona ini. Kedua, karena baju dan celana saya basah gara-gara keburu-buru naik perahu (mana bawa baju ganti Cuma 1 stel pula -_-“). Padahal kalau saya mau sabar sebentar aja, pak tukang perahunya bakal narik perahu lebih dekat ke bibir pantai supaya kita tidak terlalu basah. So, saran saya, jika ketika meninggalkan Gili Labak sudah dalam keadaan rapi jali, sebaiknya sabar dulu yaa. Insya Allah dibantuin kok sama tukang perahunya. Soalnya saya liat ada rombongan ibu-ibu yang bergamis syari pun bisa kok naik ke perahu tanpa harus berbasah-basahan.
Akhirnya, dalam keadaan basah kuyup sampai ke perut itu lah, saya menempuh perjalanan selama 2 jam kembali ke Sumenep. Alhamdulillah tapi, lagi-lagi perjalanan kami diberkahi Allah dengan cuaca yang cerah, malah cenderung tidak berangin. Jadi goyangan perahu tidak separah saat berangkat.

Minggu 15:00-16:00. Istirahat di wisma tamu
Back to wisma tamu. Di sini kami istirahat lagi untuk memberi kesempatan anggota rombongan yang belum sempat ishoma di Gili Labak. Terus sebelum pulang kami juga disuguhi nasi soto (yang sudah masuk dalam paket tournya).

Minggu 16:00-21:00. Perjalanan ke Surabaya
Perjalanan pulang memakan waktu lebih lama ketimbang berangkatnya. Karena kami sempat mampir sebentar ke tempat toko oleh-oleh. Sampai di Stasiun Gubeng Baru, arloji saya menunjukkan waktu jam 9 malam kurang dikit.

Nah, itu tadi cerita lengkapnya sesuai janji saya ke temen-temen yang tempo hari sempet nanya-nanya di fesbuk. Oya, kalau yang mau bawa anak-anak si sebenernya ngga papa. Asalkan usianya udah nggak balita kali ya. Terus juga yang bisa tahan sama gelombang laut. Terus kalau emang mau diajak snorkeling, pastikan dulu apakah akan diajak snorkeling di tempat yang berarus kuat. Jika memang semua spot snorkeling di Gili Labak berarus kuat, sebaiknya nggak usah diajak kali yaa. Cukup liat-liat situasi aja dari atas kapal, atau berenang-renang di pinggir pantai. Soalnya untuk ukuran orang dewasa yang bisa berenang kaya saya, rasanya capek banget lho mempertahankan diri agar nggak keseret arus.
But trust me, main-main di pantainya yang indah aja udah pasti bikin anak-anak seneng. Saya dan suami sudah kepikiran kelak ingin ngajak anak-anak kemping di Gili Labak, supaya kita bisa renang-renang sepuasnya. Huwiiii…!!!!

Oya hampir lupa, untuk informasi lebih detil soal trip dan destinasi lainnya, silakan kontak @AtJava ya, monggo langsung meluncur ke instagramnya mereka. 

Oke deh, see you again soon, Gili Labak J

Video Kompilasi Dokumentasi Gili Labak
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)