Jumat, 02 Agustus 2013

Hanya Seharusnya



 Seharusnya aku berada di kereta ekonomi yang berhenti di setiap stasiun, termasuk stasiun kecil yang letaknya tak jauh dari rumahku.
Seharusnya kemarin aku berkemas, mencuci SARUNG berbau apak yang teronggok di atas tikarku, dan memadukannya dengan peci yang hilang entah ke mana.
Seharusnya besok aku sudah di rumah dan menikmati KETUPAT sayur buatan istriku usai bersalam-salaman dengan tetangga.
Seharusnya isi dompetku sudah penuh sesak dengan tunjangan hari raya, jika saja banting tulangku setahun terakhir ini sebanding dengan penghasilanku di ibukota.
Seharusnya aku pulang saja, melepas lelah dan berserah pada Tuhan.
Seharusnya aku tidak malah memanggil sebuah TAXI, membuka pintu dan duduk tepat di belakang sang sopir.
Seharusnya aku tidak menempelkan pisau lipat dengan tangan berkeringat sambil mengancamnya agar menyerahkan dompetnya.
Seharusnya aku memilih tempat yang lebih sepi untuk turun dan lari ketika dia sudah menuruti perintahku.
Seharusnya sopir itu ketakutan dan bukannya berteriak-teriak minta tolong ketika aku tengah melangkah tergesa.
Seharusnya orang-orang di sekitarku kini sedang lemas karena berpuasa dan bukannya mengejarku dan memukuliku sepenuh tenaga.
Seharusnya hidupku tidak berakhir tragis seperti seekor tikus yang dibuang di atas aspal dan digilas puluhan roda.
Seharusnya, ketika menyambut hari kemenangan, hidupku tidak hanya sekedar seharusnya.

-selesai-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)