Seharusnya
aku berada di kereta ekonomi yang berhenti di setiap stasiun, termasuk stasiun kecil
yang letaknya tak jauh dari rumahku.
Seharusnya
kemarin aku berkemas, mencuci SARUNG berbau apak yang teronggok di atas tikarku,
dan memadukannya dengan peci yang hilang entah ke mana.
Seharusnya
besok aku sudah di rumah dan menikmati KETUPAT sayur buatan istriku usai
bersalam-salaman dengan tetangga.
Seharusnya
isi dompetku sudah penuh sesak dengan tunjangan hari raya, jika saja banting
tulangku setahun terakhir ini sebanding dengan penghasilanku di ibukota.
Seharusnya
aku pulang saja, melepas lelah dan berserah pada Tuhan.
Seharusnya
aku tidak malah memanggil sebuah TAXI, membuka pintu dan duduk tepat di
belakang sang sopir.
Seharusnya
aku tidak menempelkan pisau lipat dengan tangan berkeringat sambil mengancamnya
agar menyerahkan dompetnya.
Seharusnya
aku memilih tempat yang lebih sepi untuk turun dan lari ketika dia sudah
menuruti perintahku.
Seharusnya
sopir itu ketakutan dan bukannya berteriak-teriak minta tolong ketika aku
tengah melangkah tergesa.
Seharusnya
orang-orang di sekitarku kini sedang lemas karena berpuasa dan bukannya mengejarku
dan memukuliku sepenuh tenaga.
Seharusnya
hidupku tidak berakhir tragis seperti seekor tikus yang dibuang di atas aspal
dan digilas puluhan roda.
Seharusnya,
ketika menyambut hari kemenangan, hidupku tidak hanya sekedar seharusnya.
-selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.