Jumat, 13 Mei 2011

Breast Pump

Dari semua gadget abad 21 yang paling saya rasakan manfaatnya adalah alat ini: Breast Pump. Secara harfiah, breast pump adalah alat yang digunakan untuk membantu ibu menyusui memerah ASI. Ada banyak jenis breast pump sebenarnya, mulai dari yang manual hingga yang elektrik. Walaupun fungsinya sama, tapi biasanya perbedaan harga menghasilkan output susu perah yang berbeda pula.

Saya memang belum pernah menggunakan breast pump elektrik dengan alasan harga yang mahal. Namun saya pernah menggunakan 2 jenis breast pump yang berbeda untuk 2 kali masa menyusui. Yang pertama adalah jenis breast pump yang dihubungkan dengan selang dengan bulb di ujungnya. Sedang untuk anak kedua, saya ganti dengan jenis breast pump dengan handle pemompa sebagai pengganti selang dan bulb. Karena harga breast pump yang ke-2 lumayan mahal (sekitar 300 ribu perak, 6 kali lipat dari harga pompa pertama), saya sempatkan melakukan trial dengan meminjam breast pump milik seorang teman, memastikan bisa compatible dengan payudara saya.

Cara kerja pompa pertama adalah dengan menarik puting hingga ASI memancar. Sungguh menyakitkan jika dipakai berlama-lama, ditambah lagi waktu yang dibutuhkan sangat lama. Untuk menghasilkan 100 cc ASI dibutuhkan 45 menit memerah. Belum lagi cara pengoperasian breast pump yang sangat tidak praktis membuat kedua tangan dan leher saya pegal. Di samping itu, alat tersebut juga hanya bisa membuat ASI memancar jika payudara mengencang, sehingga saat sudah kurang kencang ASI sudah tidak bisa keluar walau sebenarnya masih ada. Akhirnya, saya hanya bisa bertahan memerah ASI selama 1.5 bulan saja. Bersamaan dengan berhentinya kegiatan pemerahan ASI di kantor, aktivitas menyusui pun ikut-ikutan berhenti. Jadi praktis, si sulung hanya menikmati ASI selama 4 bulan saja, itu pun hanya bisa eksklusif selama 2.5 bulan selama saya cuti melahirkan.


Gambar breast pump pertama saya

Seperti halnya harganya yang jauh berbeda, breast pump kedua memberikan hasil yang jauh lebih memuaskan. Cara kerjanya mirip dengan hisapan mulut bayi (bukan dengan menarik puting), sehingga tidak menyakitkan sama sekali. Jika dalam keadaan payudara yang mengencang, hanya dibutuhkan waktu 5-10 menit untuk menghasilkan 100 cc ASI. Dalam kondisi tidak terlalu kencang, rata-rata saya bisa menghasilkan ASI 200-250 cc dalam waktu 45 menit (Jadwal memerah saya adalah pukul 11.30-12.15). Pengoperasian breast pump yang ini sangat praktis, sehingga tidak terlalu melelahkan. Paling-paling hanya jari dan pergelangan tangan yang sedikit pegal (yahh...namanya juga manual). Investasi 300 ribu saya tidak sia-sia, si bungsu bisa menikmati ASI eksklusif selama 6 bulan walaupun saya bekerja, dan hingga kini susu formulanya hanya diberikan jika saya bekerja saja, itu pun hanya 4-5 botol kecil karena saya juga masih menyediakan ASI perah walau tidak sebanyak dulu dan dia sudah mulai makan 3 kali. Tentunya jika dihitung-hitung, saya sudah balik modal (soalnya harga sufor kan rata-rata mahal), hehe...

Gadget Abad 21 Favoritku

Untung saja saya hidup di jaman modern, di mana ASI perah sudah bukan hal yang aneh, sehingga Alhamdulillah saya berhasil menebus rasa bersalah karena si sulung hanya menikmati sedikit sekali ASI dibanding adiknya.

Artikel terkait:
Manajemen ASI Perah


Review buku Breastfeeding guide di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)