Rabu, 20 April 2011

Manajemen ASI Perah Untuk Ibu Bekerja

Akhirnya masa cuti melahirkan saya akan segera berakhir. Itu artinya, tak lama lagi saya harus meninggalkan bayi kami, Kairo (1.5 bulan), selama paling tidak 10 jam untuk bekerja. Urusan penjagaan anak telah saya delegasikan pada si Mbak, tapi urusan yang satu ini tidak bisa didelegasikan pada siapapun, termasuk pada ayahnya. Ya, saya masih harus memenuhi hak bayi kami untuk mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan.

Posting kali ini adalah sharing pengalaman manajemen pemerahan ASI yang telah saya terapkan dan terbukti sukses menebus rasa bersalah karena anak pertama kami (Rosabrille, 4 tahun) hanya menikmati ASI selama 4 bulan saja.
Pukul 05.45-06.00 : susui bayi sebelum berangkat kerja
Pukul 06.00 : berangkat kerja
Pukul 11.30-12.15 : perah ASI, +/- 200 cc
Pukul 12.15-12.30 : makan siang
Pukul 15.00 : Pulang kantor
Pukul 15.00-15.30 : Perah ASI sebelum pulang, +/- 100 cc
Pukul 16.30 : Sampai di rumah, menyusui bayi seperti biasa sampai jam tidur
Pukul 20.00 : Bayi tidur, saya pun bisa istirahat
Pukul 23.00-23.30 : perah ASI, +/- 100 cc
Pukul 23.30-04.00 : Tidur, susui bayi hanya di satu payudara saja.
Pukul 04.00-04.30 : Perah ASI dari payudara yang satu lagi, +/- 100 cc
Dengan begitu saya bisa menghasilkan ASI perah rata-rata +/- 500 cc/hari. Saya membaginya menjadi 5 botol @100 cc, dan alhamdulillah itu cukup untuk memenuhi kebutuhannya selama saya meninggalkan rumah mulai pukul 06:00-16:30.

Begitu kira-kira jadwal pemerahan ASI yang saya lakukan mulai dari Kairo berusia 1.5 bulan sampai 6 bulan. Untung saja dalam kurun waktu itu tidak ada pekerjaan yang mengharuskan saya harus kerja lembur.

Rutinitas memerah ASI masih saya lakukan hingga sekarang (Kairo berusia 11 bulan). Jumlah ASI perah yang saya hasilkan mulai menurun sedikir demi sedikit. Kini saya hanya memerah ASI satu kali pada jam 11.30 (+/- 150 cc, saya jadikan 1 botol saja), tapi saya sangat bersyukur hingga kini Kairo masih bisa menikmati ASI walaupun tidak banyak.

Bagi saya, ASI adalah anugerah yang tak terkira nilainya, sehingga saya tidak ingin menyia-nyiakannya, walaupun terkadang aktivitas memerah ASI bisa menjadi sangat melelahkan dan menjemukan. Saya yakin, walaupun saya tidak bisa bersama bayi kami sepanjang hari, tetapi dengan effort tak kenal lelah untuk menghasilkan tetes demi tetes ASI, antara saya dan Kairo tetap akan memiliki bonding yang sama kuatnya dengan ibu-ibu yang menyusui bayinya secara langsung.

Semoga bermanfaat dan selamat menyusui.

Artikel terkait:
Breast pump
Review buku Breastfeeding guide (from Amazon) 

4 komentar:

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)