Selasa, 31 Mei 2011

Menjadi Auditor Yang Charming

Pada hakikatnya audit berbeda dengan inspeksi. Jika inspeksi lebih bersifat satu arah, proses audit berjalan 2 arah. Baik auditor maupun auditee berhak bertanya atau menjawab mengenai satu hal. Jika inspeksi lebih condong mencari suatu bentuk kesalahan, audit lebih condong memastikan bahwa suatu sistem manajemen mutu telah berjalan semestinya, jadi tidak melulu harus mendapatkan temuan kesalahan. Sekalipun begitu, kendali tetap berada di pihak auditor, karena kebanyakan auditee hanya bersifat pasif menanti pertanyaan atau permintaan data dari auditor.

Syarat mutlak menjadi auditor tentunya Anda harus menguasai ilmunya dulu kan, scope audit dan klausul-klausul yang berhubungan dengan audit yang akan dilakukan. Tapi ada beberapa hal yang juga harus Anda perhatikan agar Anda terkesan “charming” di depan auditee:
1. Pelajari dulu proses kerja instansi yang akan diaudit, minimal Anda tidak terlalu blank saat mendatangi auditee dan sudah siap dengan hal-hal yang akan Anda tanyakan. Jangan lupa periksa dulu checklist Anda sebelum Anda mengaudit. Terkadang tidak semua klausul bisa compatible dengan proses kerja di suatu tempat.
2. Sebelum memulai audit, sebaiknya lakukan ice breaking saat opening dengan pembicaraan di luar masalah audit. Dengan cairnya suasana diharapkan auditee akan lebih terbuka dan Anda bisa menggali banyak informasi yang Anda butuhkan.
3. Beri pertanyaan dengan gaya yang luwes, jangan terlalu kaku sesuai dengan kalimat-kalimat di checklist yang sudah Anda persiapkan. Di sini Anda perlu melakukan improvisasi.
4. Ingat, Anda tidak sedang menginspeksi, jadi jangan melakukan audit dengan gaya diktator. Hal seperti itu malah akan membuat auditee semakin bungkam dan pelit membagi informasi. Tanyakan berbagai hal dengan gaya seorang murid bertanya pada gurunya dan bukan sebaliknya.
5. Tidak ada salahnya mempelajari sasaran tembak dari instansi yang akan diaudit. Jadi sebelumnya Anda sudah mempelajari titik kekurangan auditee Anda, sehingga Anda bisa memfokuskan pada masalah tersebut selama proses audit. Anda bisa lihat dari record audit sebelumnya. Persiapkan juga solusi atau jawaban jika auditee meminta pendapat Anda.
6. Anda harus tahu harus memulai audit dari mana. Ada beberapa auditor yang langsung meminta beberapa dokumen terkait tanpa bertanya dulu alur prosesnya, biasanya ini terjadi pada auditor lama yang sudah terbiasa mengaudit di satu tempat. Namun jika Anda auditor baru, lebih baik tanyakan dulu proses kerja di tempat tersebut agar Anda tidak terkesan sok tahu.
7. Jangan melenceng dari scope dan jangan mudah terbawa oleh auditee. Anda harus jeli jika berhadapan dengan auditee yang membelokkan suatu permasalahan ke permasalahan lain karena dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang pertama.
8. Jangan lupa lakukan closing dengan auditee dengan memberikan kesimpulan hasil audit yang telah dilakukan saat itu juga. Ini agar auditee bisa well informed dan bisa segera melakukan tindak lanjut.

Semoga bermanfaat.

2 komentar:

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)