Jumat, 10 Mei 2013

Catatan #1. Miqat di Angkasa


Alih-alih mengambil rute Jeddah-Madinah-Mekkah, rombongan kami mengambil rute Jeddah-Mekkah-Madinah. Konsekuensinya, miqat harus dilakukan saat di angkasa, mana kala pesawat kami sedang melintasi salah satu titik miqat; Yalamlam.
Tidak ada masalah bagi jamaah perempuan, karena mereka hanya perlu mengenakan pakaian yang menutup aurat. Lain ceritanya dengan yang pria. Mengenakan kain ihram di ruang yang serba terbatas di kabin pesawat tentu saja menjadi sebuah kehebohan tersendiri. Apalagi, maskapai yang kami pakai adalah maskapai asing yang hampir semua krunya tidak bisa bahasa Indonesia, dan tentunya beragama bukan Islam. Tapi atas seijin Allah, acara mengenakan kain ihram berjalan dengan lancar, walaupun diwarnai dengan teriakan-teriakan histeris pramugari yang melihat beberapa jamaah tiba-tiba melepaskan pakaiannya di kabin pesawat.
Akhirnya, setelah kru mengumumkan bahwa pesawat sebentar lagi akan melintasi daerah miqat, kami segera bersiap-siap mengucapkan niat dan talbiyah. Alhamdulillah. Ibadah yang sifatnya sunnah ini kini berubah hukumnya menjadi wajib diselesaikan hingga tuntas.
Belakangan baru saya tahu mengapa banyak travel yang memilih rute Jeddah-Madinah. Mengambil miqat di darat jauh lebih mudah daripada di dalam tubuh burung besi yang sedang terbang di ketinggian puluhan ribu kaki. Itu sebabnya, banyak rombongan yang memilih melanjutkan perjalanan ke Madinah, mengunjungi Masjid Nabawi terlebih dahulu dan lantas mengambil miqat di masjid Bir Ali sebelum melaksanakan umrah di kota Mekkah.
Tapi belakangan juga baru saya sadar, memang sebaiknya kota Mekkah dikunjungi lebih dulu ketimbang Madinah. Mengapa? Nanti akan saya kasih tahu alasannya. Yang jelas, kini kami telah niat berihram, dan siap menjalani sebuah rangkaian ibadah yang hanya bisa dilakukan di satu kota saja di dunia ini; Mekkah.

Bismillahirrahmanirrahim
Duhai Allah,
Kami datang memenuhi panggilanmu
Tiadalah sekutu untukmu
Segala puji dan kuasa untukmu - Opick

credit photo: Dhita Mawardhani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)