Kamis, 23 Mei 2013

Obat Generik Berlogo, Murah tapi Tidak Murahan


Obat Generik versus Obat Biasa

Suatu hari di ruang praktek dokter gigi, terjadilah percakapan antara Ibu dokter dan saya yang sedang meringis menahan sakit gigi.
Dokter : Saya kasih obat generik ya, Bu?
Saya     : *menggeleng cepat, Jangan dok, jangan obat generik.
Dokter : *menulis resep tanpa bicara lagi.

Agak bete juga sebenernya perasaan saya saat dokter itu menawarkan obat generik. Dipikirkannya saya nggak mampu bayar apa? Wong saya mampu beli obat berapapun harganya (toh nanti saya reimburse juga ke kantor, hehe). Ini kok malah ditawarin obat generik (baca; obat murahan/obat kelas dua). Apa saya ini kelihatan seperti orang tidak mampu? Huh, sebel.

Pembaca yang budiman, itu masa lalu. Seandainya saja, waktu itu saya paham mengenai obat generik, tentunya saya akan dengan suka hati menyambut tawaran sang dokter. Namun, karena saya sendiri kurang well informed dan sang dokter juga tidak berusaha menjelaskan lebih lanjut mengenai tawarannya tadi, akhirnya saya terpaksa merogoh dompet agak dalam demi menebus obat untuk mengobati sakit gigi saya.

Keputusan saya untuk meminta obat yang bukan obat generik sebenarnya bukannya tanpa alasan. Dari desas-desus, selentingan dan bisik-bisik burung yang saya dengar, obat generik adalah obat KW2, bahan aktif obatnya dikurangi, kualitasnya rendah, sehingga kalau minum obat generik sembuhnya akan lama, makanya harganya murah.

Di lain waktu, saya demam karena flu. Lagi-lagi saya ke dokter. Kali ini,didorong oleh rasa penasaran, ganti saya yang lebih dulu bertanya pada sang dokter.
Saya     : Obatnya generik ya, Dok?
Dokter : Iya, saya kasih yang generik aja ya.
Saya     : *diam tanda setuju, pikir saya sakit flu ini masih tertahankan daripada sakit gigi yang lalu. So, kalau memang terbukti obat generik memberikan efek sembuh yang lama, saya akan “say not to obat generik”

Ternyata, setelah mengkonsumsi obat generik tersebut, besok harinya saya sudah bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Catat, besok lho, bukan lusa. Dari eksperimen kecil-kecilan tadi, saya menyimpulkan bahwa obat generik pun punya daya penyembuh yang sama dengan obat biasa. Padahal harganya luar biasa murah. Saya sampai malu mengklaim biaya berobat saya ke kantor, karena saking sedikitnya biaya yang harus saya keluarkan, hehe (padahal itu termasuk ongkos dokter).

Lagi-lagi, karena didorong oreh rasa penasaran, saya bertanya pada maha guru sejuta umat; google, apa sih yang dinamakan obat generik? Hasilnya saya dibuat malu, halaman pertama dan halaman kedua google menunjukkan artikel yang kesemuanya mematahkan prasangka buruk saya terhadap obat generik.

Tapi tidak mengapa, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Setidaknya sekarang saya tahu harus berbuat apa jika suatu hari nanti dapat giliran jatuh sakit; yakni meminta dokter untuk memberi saya Obat Generik Berlogo (OGB) ^-^

Macam-macam Obat
Sebelum lebih jauh menjelajah asal usul Obat Generik Berlogo, mari kita kenalan dulu dengan macam-macam obat yang ada di pasaran. Ada 3 kategori obat;
  1. Obat Paten
Contoh obat paten adalah; Panadol.
Namanya saja obat paten, artinya obat ini dilindungi hak paten. Mengapa dilindungi? Karena obat itu ditemukan melalui sebuah proses riset yang tentunya memakan biaya, waktu dan tenaga. Nah, sebagai bentuk apresiasi terhadap sang periset, perusahaan yang ingin memproduksi obat tersebut harus membayarkan sejumlah uang kepada si pemegang hak paten.
Biaya yang dibayarkan untuk membayar hak paten tersebut tentunya dimasukkan dalam production cost. Ujung-ujungnya, konsumen jugalah yang menanggung biaya hak paten tersebut. Belum lagi biaya kemasan yang dibuat semenarik mungkin dan juga biaya promosi yang tidak sedikit. Itulah yang membuat harga obat paten menjadi mahal.

  1. Obat Generik Bermerk
Contoh obat generik bermerk adalah; Pamol.
Hak paten sebuah obat ada waktunya. Sesuai UU no 14 tahun 2001, masa hak paten obat-obatan adalah 20 tahun. Masa hak paten bisa jadi lebih pendek dari 20 tahun jika obat-obatan tersebut mempengaruhi hidup manusia, misalnya obat untuk HIV/AIDS atau avian flu.
Setelah masa paten sebuah obat sudah habis, maka sebuah perusahaan farmasi biasanya akan membuat generiknya, tetapi diberi merk dagang. Misalnya, untuk zat aktif Amoxicilin, perusahaan farmasi A akan memproduksinya dengan merk Inemicilin, sedang perusahaan B akan memproduksinya dengan merk Gatoticilin.
Harga obat generik bermerk (OBM) bisa sedikit lebih murah atau bahkan sama dengan obat paten.
Ngomong-ngomong, sebenarnya definisi generik itu apa sih? Generik berasal dari bahasa Inggris, generic, yang artinya mengacu pada suatu yang umum (general). Dalam konteks biologi, generic berarti mengacu pada suatu genus tertentu. Jika diterjemahkan bebas, generic juga bisa berarti mengacu pada sebuah grup atau kelas tertentu.
Nah, yang sering disebut masyarakat sebagai obat generik bukanlah OBM ini, melainkan OBG atau Obat Generik Berlogo, yang penjelasannya bisa dibaca di bawah ini.

  1. Obat Generik Berlogo (OGB)
Contoh Obat Generik Berlogo adalah; Paracetamol.
Obat Generik Berlogo (OGB) memiliki tanda khas berupa lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan “generik” di tengahnya.
Sama dengan Obat Generik Bermerk, Obat Generik Berlogo juga merupakan obat yang telah habis masa hak patennya. Sehingga perusahaan farmasi dapat memproduksi obat tersebut tanpa membayar biaya royalti.
Obat Generik Berlogo diperdagangkan dengan menggunakan nama zat aktifnya, misalnya Amoxicilin.

Sejarah Obat Generik Berlogo di Indonesia
Obat Generik Berlogo sebenarnya merupakan program pemerintah yang sudah digagas sejak tahun 1989. Tujuannya sudah jelas, agar obat-obatan dapat menjangkau segala lapisan masyarakat.
Sayangnya, imej Obat Benerik Berlogo yang banyak beredar di Puskesmas, di mana pengunjung Puskemas biasanya adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah, membuat banyak orang mengasumsikan Obat Generik Berlogo adalah obat murahan dengan kualitas lebih rendah.
Oleh karena itulah, sosialisasi Obat Generik Berlogo ini perlu dilakukan untuk mengembalikan nama baik obat generik yang sudah berjasa besar memajukan level kesehatan masyarakat Indonesia.

Mengapa Harga Obat Generik Berlogo (OGB) Bisa Murah?
Barang mahal biasanya berkualitas bagus, barang murah biasanya berkualitas sebaliknya. Tapi hal ini tidak berlaku untuk Obat Benerik Berlogo (OGB). Sehingga kita tidak perlu ragu untuk memilih obat jenis ini.
Ada beberapa penyebab mengapa Obat Generik Berlogo dapat dibeli dengan harga yang jauh lebih murah. Selain ketiadaan biaya royalti yang harus dibayar produsen obat kepada pemilik hak paten, ada faktor lain yang membuat harga Obat Generik Berlogo menjadi lebih murah.
  1. Harga Obat Generik Berlogo (OGB) diatur oleh pemerintah
Tiap tahun, pemerintah akan mengeluarkan pedoman baru untuk mengatur harga Obat Generik Berlogo yang beredar di masyarakat. Peraturan ini muncul melalui SK Menteri Kesehatan. Saat tulisan ini dibuat, SK Menkes terbaru adalah Nomor 094/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012 dan Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik.
Pedoman ini dikeluarkan tentu saja untuk memastikan agar Obat Generik Berlogo senantiasa terjangkau oleh masyarakat luas.

  1. Kemasan Obat Generik Berlogo dibuat sederhana
Berbeda dengan kemasan Obat Paten yang dibuat warna-warni dan lebih menarik, kemasan Obat Generik Berlogo biasanya dibuat sederhana.
Tapi jangan salah sangka dulu. Walaupun sederhana, kemasan Obat Generik Berlogo tetap dapat menjamin keamanan obat di dalamnya dari resiko kontaminasi.

  1. Produksi Obat Generik Berlogo merupakan produksi massal
Dengan memproduksi secara massal, biaya produksi Obat Generik Berlogo menjadi lebih efisien.

  1. Minim biaya promosi
Pernahkah melihat iklan di TV atau Radio atau media cetak yang mempromosikan Parsetamol? Kalau Panadol atau Pamol masih ada kan? Tahukah pembaca berapa besar biaya yang harus dikeluarkan seorang pemasang iklan di TV, terutama yang tayang di jam-jam prime time? Biaya itu belum termasuk biaya produksi iklan, semacam membayar honor bintang iklan. (Ingat saya Pamol pernah menggunakan Widyawati sebagai bintang iklannya).
Nah, jadi tanpa sadar, dengan membeli Obat Paten atau Obat Generik Bermerk, kita turut berkontribusi pada perusahaan farmasi agar bisa menyewa bintang iklan dan memasang iklan. Biaya ini tidak akan kita keluarkan seandainya kita memilih Obat Generik Berlogo yang pemasarannya sangat minim iklan atau bahkan tidak ada iklan sama sekali.


Obat Generik Berlogo, Murah bukan Berarti Murahan
Masih ingat logo Obat Generik yang berbentuk lingkaran hijau bergaris-garis putih dan bertuliskan “Generik” di tengahnya? Ngomong-ngomong, bentuk logo yang seperti kue lapis itu sebenarnya menunjukkan bahwa Obat generik Berlogo memang diadakan untuk dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Catat, seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya masyarakat miskin atau menengah saja.
Baiklah, kembali ke masalah logo. Bagi sebuah perusahaan farmasi, memproduksi obat generik mungkin bukan masalah. Yang jadi masalah adalah mendapatkan ijin untuk menempelkan logo tersebut dalam kemasan obat generiknya.
Nah, untuk mendapatkan logo tersebut, sebuah perusahaan farmasi harus sudah memiliki sertifikat CPOB sebagai bukti perusahaannya telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Ini menjadi satu lagi bukti bahwa harga obat generik berlogo yang lebih murah daripada obat biasa (baca; obat paten) tidak menunjukkan kualitas obat generik yang murahan.
Apa sih CPOB itu? Hyuuk, lanjut bacanya ^_^.

Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB)

CPOB sebenarnya adalah saudara kandung CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik). Keduanya diturunkan dari GMP (Good Manufacturing Practices).
Hal-hal yang detail tentang CPOB telah diatur oleh BPOM, dan bisa diakses di CPOB BPOM. Nah, berhubung dokumen CPOB ala BPOM tebalnya 300an halaman, biar bacanya nggak capek, di sini akan saya sharing sedikit poin-poin penting apa saja yang diatur di sana.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup CPOB adalah pembuatan obat dan pembuatan bahan obat.

Persyaratan-persyaratan CPOB
Untuk mendapatkan sertifikat CPOB, sebuah perusahaan farmasi harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh BPOM. Persyaratan-persyaratan tersebut sangat banyak dan sangat detil. Yang akan saya tulis di bawah ini, adalah persyaratan yang saya anggap penting, walaupun ini hanya sebagian kecil saja yang diminta oleh BPOM. Yuk, cekidot ^-^

A. Sumber Daya Manusia
·  Sumber daya manusia harus terlatih dan qualified.
·  Sumber daya manusia harus tersedia dalam jumlah yang memadai
·  Tiap personil hendaknya tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat.
·  Kepala bagian produksi dan pengawasan mutu dan manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan memiliki pengalaman praktis dalam bidang pembuatan obat.

B. Training / Pelatihan Personil
·  Perusahaan harus memberikan pelatihan bagi seluruh personil produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium. Pelatihan ini meliputi teori dan praktek CPOB dan pelatihan yang sesuia dengan tugas yang diberikan.
·  Pengunjung atau personil yang tidak mendapatkan pelatihan tidak boleh masuk ke area produksi dan labortaorium qc, sebelum mendapatkan penjelasan tentang personal higiene.

C. Bangunan
·  Letak bangunan harus dihindarkan dari pencemaran lingkungan.
·  Desain bangunan dibuat sedemikian rupa agar kebal terhadap gangguan cuaca, banjir, rembesan air dari tanah serta akses masuk bagi binatang pathogen.
·  Bangunan di area produksi, lab, gudang, koridor harus selalu rapi dan bersih.

D. Fasilitas Produksi
·  Pembuatan produk racun (misal pestisida) tidak diijinkan dibuat di fasilitas pembuatan obat.
·  Area kerja harus memadai untuk penempatan peralatan dan bahan secara teratur sesuai alur proses untuk memperkecil resiko kekeliruan antara produk obat, mencegah kontaminasi silang, atau resiko salah melaksanakan tahaan produksi.
·  Area produksi harus mendapatkan penerangan yang memadai.
·  Peralatan manufaktur harus didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
·  Alat produksi yang bersentuhan dengan produk obat tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absortif.

E. Personal Hygiene
·  Semua personil yang masuk ke area produksi harus menggunakan pakaian pelindung yang sesuai.
·  Pakaian atau lap kerja yang kotor harus disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian.
·  Semua personil harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala.
·  Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan produk dilarang menangani proses yang berhubungan dengan bahan, produk dan kemasan.
·  Di area produksi, lab dan gudang, tidak diperbolehkan merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, rokok atau obat pribadi.
·  Toilet harus tersedia dalam jumlah yang cukup.

F. Proses Produksi
·  Bahan baku dan produk jadi harus dikarantina secara fisik sampai dinyatakan lulus untuk dilakukan distribusi.
·  Produksi obat yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama, kecuali tidak ada resiko kontaminasi silang.
·  Produk dan bahan baku harus dilindungi dari pencemaran mikroba.
·  Semua bahan, peralatan dan mesin produksi harus diberi label.
·  Akses ke fasilitas produksi harus dibatasi hanya untuk personil yang berwenang.
·  Bahan baku hanya boleh didapat dari supplier yang sudah disetujui.

G. Pengawasan Mutu Produk
·  Tiap produk harus dilakukan pengujian sebelum diluluskan untuk didistribusi.
·  Produk yang tidak sesuai spesifikasi harus ditolak.
·  Tempat sample harus diberi label yang menjelaskan isi, nomor batch, tanggal pengambilan sampel.
·  Sebelum dan setelah dipakai, alat pengambil sampel harus dibersihkan, disterilkan dan dipisah secara terpisah dengan alat lab lainnya.
·  Metode analisis harus divalidasi apakah telah sesuai dengan metode yang telah disetujui.

Lumayan ribet juga ya persyaratan-persyaratan yang diminta oleh BPOM agar sebuah perusahaan dapat memperoleh sertifikat CPOB? Bisa dibayangkan, CPOB mengatur cara pembuatan obat secara detail, mulai dari personil, kualifikasi karyawan, pembelian bahan baku, penyimpanan bahan baku dan produk, proses produksi, bangunan, fasilitas utama produksi, peralatan, prosedur kerja dan pengawasan mutu.
Kalau melihat effort yang dikeluarkan oleh perusahaan farmasi agar bisa memproduksi obat Generik Berlogo sedemikian besar, maka kualitas dan keamanan Obat Generik Berlogo tidak perlu diragukan lagi.

Baiklah, jika kualitas dan keamanan Obat Generik Berlogo (OGB) tidak diragukan, lantas bagaimana daya penyembuh obat generik berlogo dibanding dengan obat paten?
Jawabannya adalah; sama saja. Obat generik berlogo tidak hanya memiliki bahan aktif yang sama dengan obat paten, melainkan juga dosis, kekuatan, cara kerja, cara pemakaian dan penggunaan.
Untuk menjamin bahwa obat generik berlogo memiliki khasiat yang sama dengan obat paten, hal-hal di bawah ini harus dipenuhi ketika sebuah obat generik berlogo didaftarkan;
·  Mengandung bahan aktif yang sama dengan obat patennya (bahan non aktifnya boleh tidak sama).
·  Memiliki kekuatan dan dosis penggunaan yang sama.
·  Memiliki indikasi penggunaan yang sama.
·  Bioekivalen, artinya memiliki kesetaraan dengan obat paten dalam hal jumlah zat aktif dan kecepatan zat aktif untuk diserap oleh tubuh.
·  Memenuhi persyaratan tentang kemurnian dan kualitas
·  Diproduksi secara CPOB

Daftar Obat Generik Berlogo
Memang tidak semua jenis obat ada generiknya. Obat-obat yang baru ditemukan tidak akan bisa dibuat Obat Generik Berlogo-nya karena masih dalam masa hak paten.
Sayangnya saya masih belum menemukan daftar obat generik yang telah disetujui oleh BPOM, seperti yang saya temukan untuk obat-obatan yang telah disetujui oleh FDA.
Sebagai saraa sosialisasi obat generik di luar negeri, FDA telah menyediakan sebuah sarana bagi konsumen untuk mengecek apakah obat bermerk mereka memiliki obat generiknya, yang bisa diakses di Drugs@FDA.
Cara penggunaannya adalah dengan memasukkan nama merk obat, kemudian klik submit dan nanti akan muncul keterangan apakah obat tersebut sudah ada generiknya (therapeutic equivalent), nama generik beserta dosisnya.


Masukkan nama merk obat

Jika ada obat generiknya, maka akan muncul tanda Therapeutic Equivalent

Berita baik untuk Indonesia adalah pada tanggal 18 Maret 2013, Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, SPa, MPH meluncurkan e-Catalog Obat Generik untuk Pengadaan Pemerintah. Tujuannya adalah pengadaan obat generik di sektor pemerintah dapat lebih transparan dan akuntabel.Informasi yang bisa diakses dari e-catalog ini adalah nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan terkecil dan pabrik penyedia.
Tapi jangan khawatir, silahkan klik Daftar ObatGenerik untuk melihat daftar nama obat generik berlogo yang sudah diproduksi di Indonesia beserta indikasi penggunaannya.

Mendapatkan Obat Generik Berlogo adalah Hak Pasien
Sembuh dari sakit dan kembali sehat adalah hak tiap orang. Demikian juga untuk mendapatkan obat generik berlogo yang menjadi hak tiap pasien.
Tak perlu ragu atau gengsi untuk meminta dokter memberikan obat generik, sebab obat generik berlogo sejatinya bukan obat kelas dua atau kelas tiga. Kalau boleh saya simpulkan lagi cuap-cuap saya tentang obat generik berlogo di atas, bahwa memilih obat generik berlogo memiliki banyak keuntungan, salah satunya adalah lebih menghemat budget kesehatan tanpa kehilangan manfaat dan khasiat obat yang dibeli.
Tapi satu hal yang perlu diingat, mau obat paten atau obat generik bermerk atau obat generik berlogo, kesemuanya hanyalah sarana berikhtiar untuk menjadi sehat. Karena satu-satunya sumber penyebab kesehatan dan kesembuhan dari suatu penyakit hanyalah dari Sang Maha Pencipta.

Semoga artikel ini bermanfaat ^-^

Referensi;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)