Sabtu, 11 Mei 2013

Catatan #2. Burung Dara Kota Mekkah


Mekkah, kota suci yang dirindukan oleh milyaran umat manusia, ternyata juga menjadi rumah bagi ratusan bahkan mungkin ribuan burung dara. Tidak jelas siapa pemilik burung-burung dara itu. Yang jelas, keberadaan mereka seolah pasukan penyambut tamu-tamu Allah yang baru saja menginjakkan kakinya di kota tempat Rasulullah menghabiskan masa kecil dan masa remajanya ini.
Mulai dari kami turun dari bis hingga pelataran Masjidil Haram, setidaknya ada 2 titik berkumpulnya burung-burung dara ini. Tak heran, sebab di situ ada biji-biji jagung yang menjadi santapan sang burung, terserak di atas aspal. Tampak pula beberapa orang menjajakan biji jagung dalam plastik yang diperuntukkan bagi para peziarah yang ingin merasakan bagaimana asyiknya memberi makan burung-burung dara.

Jika jalanan sedang sepi, burung-burung ini akan mendarat di tempat di mana biji-biji gandum banyak berserakan. Bagi mereka, aspal jalanan bagaikan restoran mewah yang menyajikan makanan nan lezat. Namun ketika tempat “nongkrong” burung-burung ini dilewati arus pejalan kaki yang hendak beribadah di Masjidil Haram, mereka sontak akan beterbangan menghiasi langit kota suci yang jarang tertutup awan mendung.
Ribuan burung dara dan peziarah yang berjalan kaki dari berbagai penjuru menuju sebuah masjid suci adalah pemandangan khas kota Mekkah yang tak akan pernah terlupakan.


Duhai Allah,
Gelombang debar di dada tak kunjung reda
Manakala raga ini kian merapat dengan Mekkah
Dalam hati ini masih tersimpan tak percaya
Akhirnya hambaMu tiba di sini juga
Menghirup udara dan memandang langit sebuah kota
Tempat kelahiran sang Baginda tercinta
Terpana hamba akan langitMu yang berhiaskan burung dara
Subhanallah, inilah sambutanMu terhadap kami
Para peziarah yang merindukanMu dan RasulMu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)