Kamis, 04 Agustus 2011
Faktor Kelancaran ASI Yang Tak Pernah Diungkap
Yang namanya menyusui atau bahasa sononya “Breasfeeding” sudah nggak perlu lagi dibahas manfaat dan keuntungannya. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi yang baru lahir. ASI mencukupi kebutuhan gizi bayi hingga berusia 6 bulan. Artinya, tanpa tambahan makanan apapun, kebutuhan nutrisi bayi sudah tercukupi lewat ASI. Kekayaan gizi dan kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya membuat ASI gencar dipromosikan dan kian naik daun.
Kurang lebih 3 dekade lalu, pemerintah Indonesia menganjurkan pemberian ASI hingga 4 bulan saja. Namun kini, di kartu KMS yang baru sudah diganti menjadi 6 bulan. Di media-media, baik cetak maupun elektronik juga tidak pernah lagi muncul iklan susu formula untuk bayi di bawah 1 tahun.
Begitu juga dengan dunia maya. Kalau dicari lewat search engine mengenai topik “menyusui”, tidak ada satu artikel pun yang menjelek-jelekkan ASI, semua bilang ASI itu bagus, baik untuk ibu maupun untuk bayi. Memang demikian adanya. Kalau boleh saya berpendapat, ASI adalah cairan yang lebih berharga dari minyak bumi, bahkan cairan paling mahal harganya yang pernah diciptakan Tuhan bagi manusia.
Itulah sebabnya, mulai banyak ibu-ibu yang sadar mengenai pentingnya ASI. Banyak di antara mereka yang menjadi fanatik dengan cairan yang satu ini. Rasanya berdosa kalau sampai tidak menyusui bayi. Saya mengenal beberapa di antaranya. Ada teman saya yang keluar dari pekerjaannya demi bisa memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. Ada yang enggan minum jamu-jamu pasca melahirkan karena takut berpengaruh pada ASI. Ada yang giat memerah ASI demi bisa mencukupi kebutuhan ASI selama bekerja.
Saya pun termasuk satu di antara “korban” ibu-ibu yang terserang “sindrom menyusui eksklusif”. Saya sampai bela-belain beli breast pump yang harganya lumayan mahal, bangun tengah malam dan dini hari demi bisa memerah ASI, menghasilkan tetes demi tetes hingga terkumpul setengah liter per hari untuk persediaan selama bekerja. Bukannya tidak mampu beli susu formula atau ragu akan kualitas susu formula, tapi ya karena itu tadi, saya sudah termakan propaganda akan manfaat ASI.
Alangkah beruntungnya saya dan banyak wanita yang bisa menyusui bayinya. Faktor terbesar dalam keberhasilan proses menyusui ini saya yakini adalah: REJEKI. Yes, Tuhan sudah menetapkan rejeki kita bahkan semenjak sebelum kita lahir. Oleh karenanya, sebesar apapun usaha kita untuk bisa menyusui bayi tak akan ada artinya jika Tuhan tidak memberikan jatah untuk itu. Ini yang tidak pernah diungkap di banyak artikel tentang ASI dan menyusui.
Secara teori, ASI kita akan berlimpah ruah jika rajin mengkonsumsi daun katuk, kacang-kacangan atau susu kedelai. Namun jika nama kita tidak masuk dalam listnya malaikat Mikail dalam hal rejeki ASI, ya tentunya ASI yang dihasilkan juga tidak sebanyak yang dimaui. Saya bisa menuliskan ini karena sudah membuktikannya. Terkadang saya niatkan makan daun katuk dan minum susu kedelai serta mengkonsumsi sawi putih agar ASI saya banyak, ternyata ASI perah saya ya segitu-segitu aja, bahkan kadang lebih sedikit dari biasanya. Namun pernah juga saya makan menu biasa, bukan menu khusus ibu menyusui, ternyata payudara saya lebih keras dari biasanya dan otomatis ASI yang didapat juga lebih banyak. Nah, dari situlah maka saya berani menyimpulkan satu hal yang tidak pernah saya baca di banyak artikel mengenai ASI dan menyusui. Yakni faktor X yang dinamakan Rejeki.
Saya memiliki seorang kawan yang membatalkan niatnya untuk resign karena ternyata usahanya untuk menyusui bayinya tidak berhasil. Dia sudah mengikuti cara-cara yang diajarkan dalam primbonnya ibu menyusui. Salah satunya adalah teori supply and demand, yakni semakin sering menyusui maka ASI akan semakin berlimpah. Namun tetap saja belum bisa membuat bayinya kenyang. Teman saya itu sampai bersitegang dengan ibunya yang kasihan melihat cucunya rewel dan menyarankan untuk memberikan susu formula agar bayinya bisa tidur. Tapi teman saya tetap bertekad menjejalkan puting susunya ke mulut bayinya dengan harapan ASI akan terangsang keluar karena semakin sering dihisap bayi, tapi hasilnya nihil. Akhirnya karena kasihan dengan si bayi, teman saya menyerah. Dia memutuskan untuk mencabut surat pengunduran dirinya, karena dia pikir untuk apa dia berhenti kerja kalau tidak bisa menyusui. Di lain pihak, dia butuh dana untuk beli susu formula...
Lain lagi dengan cerita teman saya yang lain. ASInya berlimpah, namun dia mengalami bendungan susu sehingga dokter menyuruhnya berhenti menyusui. Bendungan susu yang dialami teman saya ini tergolong parah karena sampai meletus dan mengeluarkan ASI bercampur nanah. Dia tidak punya pilihan lain selain berhenti menyusui.
Nah, dengan melihat pengalaman teman-teman saya yang begitu gigih memperjuangkan ASI dan ternyata belum mendapatkan hasil yang diharapkan, maka saya yakin bahwa ASI adalah murni wewenang dari Allah. Kewajiban kita hanyalah berikhtiar; dengan pijat payudara atau konsumsi sayur dan kacang-kacangan, selanjutnya terserah pada Yang Di Atas. Jika memang rejeki bayi kita “hanyalah” sebatas susu formula, maka sebaiknya kita syukuri agar dalam susu formula yang diberikan pada buah hati kita pun ada keberkahan....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.