Umrah adalah ibadah fisik.
Oleh karenanya, yang disiapkan bukan hanya sekedar uang saku dan barang bawaan
saja, melainkan juga mental yang kuat. Kenapa saya bilang gitu? Sebab, di tanah
suci nanti bisa jadi Anda akan melihat, mendengar dan mengalami banyak hal baru
yang di luar dugaan, terutama bagi yang baru pertama kali melaksanakan ibadah
Umrah.
So, silahkan simak tulisan
berikut ini. Harapan saya, mental Anda bisa lebih kuat selama menjalani ibadah
di tanah suci. Hyuk, mari, cekidot;
1.
Umrah bukan sekedar ke
Singapura
Kalau Singapura mah,
dekettt...Saya sendiri belum pernah ke sana sih, cuman kalau ke Batam pernah.
Jadi saya bisa perkirakan waktu dan jarak yang harus ditempuh jika hendak ke
Singapura. Lha kalau Arab?, apalagi kalau menyangkut tempat yang tidak ada
lapangan terbangnya? (baca; Mekkah). Bisa dibayangkan bagaimana rasanya menghabiskan
waktu menjelajah sebagian permukaan bumi menuju ke tempat dengan perbedaan
waktu 4 jam.
Capek. Pake banget. Itu yang
saya rasakan saat berada dalam perjalanan berangkat maupun pulang. Apalagi
waktu itu kami memilih rute via Hongkong, jadi waktu yang diperlukan untuk
mencapai Mekkah menjadi semakin panjang. Berikut ini perincian waktu tempuh
Surabaya-Mekkah.
-
4 jam terbang ke Hongkong
-
10 jam transit di Hongkong (ditaruh di Hotel/City
Tour)
-
7 jam terbang ke Dubai
-
2 jam transit di Dubai (menunggu di pesawat)
-
2 jam terbang ke Jeddah
-
1 jam transit di Jeddah (untuk makan siang dan
shalat Dhuhur)
-
1 jam ke Mekkah (via Bus)
(belum
termasuk acara nunggu-nunggu di Bandara dan urusan imigrasi)
Total; 27 jam. Kami berangkat
hari Senin pagi jam 8 (WIB), dan tiba di Mekkah hari Selasa sore pukul 3.30
sore (WSA).
So, saran saya persiapkan
mental dan fisik sebaik-baiknya. Sekalipun makanan, minuman dan sarana hiburan
cukup melimpah dalam pesawat, tetap saja perjalanan menuju ke Arab Saudi adalah
perjalanan yang melelahkan. Apalagi bagi para manula.
Sebaiknya pilihlah rute yang
langsung direct ke Arab Saudi ketimbang seperti kami yang harus transit
terlebih dahulu di Hongkong.
Terakhir, jagalah
suasana hati agar tetap gembira. Karena jika hati sedang gembira, kepenatan
fisik tidak akan terlalu dirasa.
2.
Hati-hati dengan barang bawaan
Tour leader kami sempat
berpesan sebelum berangkat; “Di Mekkah, keturunan Rasulullah sangat banyak,
tapi keturunan Abu Lahab juga banyak”.
Maksudnya, di tanah suci
sekalipun, tidak sedikit orang-orang yang berniat buruk. Jadi, berhati-hatilah
dengan barang bawaan Anda, terutama benda berharga.
Jika hanya ingin ke masjid,
sebaiknya letakkan barang bawaan dalam deposit box yang tersedia di kamar
hotel.
Jika ingin berbelanja (Mekkah
dan Madinah adalah surga belanja bagi para peziarah), selalu letakkan tas Anda
di depan badan, sehingga dia selalu berada dalam pantauan Anda.
Jangan naik taxi jika Anda
tidak mengenal medan, apalagi jika Anda seorang perempuan. Saya banyak
mendengar cerita yang menyeramkan seputar taxi dan perempuan. Konon, jika si
perempuan naik taxi terlebih dahulu atau turun belakangan, si pengemudi taxi
langsung memacu mobilnya dan membawa kabur si perempuan. Hiii...bisa
dibayangkan mereka hendak dibawa ke mana.
Ada keluarga teman saya yang
mengalami hal tersebut dan tidak kembali hingga kini. Ada juga yang kembali,
namun tentu saja sudah mengalami hal-hal yang traumatis.
Na’udzubillahimindzalik....
Salah seorang jamaah rombongan
kami juga mengalami hal yang tidak mengenakkan. Dia, seorang laki-laki,
bepergian sendiri dengan taxi, kemudian di tengah jalan, sopir taxi memaksanya
untuk menyerahkan seluruh uangnya dan kemudian menurunkannya di tengah jalan.
Syukurlah dia masih bisa kembali ke hotel walau dalam keadaan shock.
So pembaca sekalian,
jangan berpikiran bahwa karena Anda sedang berada di tanah suci maka semua
penduduknya adalah orang suci. Tetaplah waspada, apalagi sudah jamak diketahui
bahwa para jamaah haji dan umrah biasanya membawa uang yang cukup banyak.
3.
Thawaf di tengah hari
Selama di Mekkah, saya
menjalani beberapa kali thawaf di waktu-waktu yang berbeda; sore (menjelang
Maghrib), malam (antara Maghrib dan Isha’), dini hari (sebelum shubuh) dan
siang hari (setelah shalat Zhuhur). Dan, bagi saya, yang paling nyaman adalah
di siang hari.
Yes, betul, saat matahari
sedang berada di titik tertingginya, saat udara sedang panas-panasnya, saat
sedang silau-silaunya. Justru saat itulah saya merasa paling khusyu’
melaksanakan thawaf. Kenapa? Pertama, pelataran Ka’bah tidak terlalu padat (so,
kalau mau foto-foto di depan Ka’bah masih sangat memungkinkan, hehe). Kedua,
multazam (salah satu tempat yang ijabah, antara Rukun Hajar Aswad dan pintu
Ka’bah) juga tidak terlalu padat, sehingga kita masih bisa melakukan shalat
sunnah dan berdoa berlama-lama di sana tanpa perlu mendengar teriakan dan
bentakan para laskar.
Jika anda melakukan thawaf di
siang hari, saran saya, gunakan kaca mata hitam.
Tutup kepala Anda dengan
sajadah atau kain tipis untuk mencegah agar kulit tidak gosong (kecuali bagi
laki-laki yang sedang berihram tidak boleh melakukannya).
Bawalah tissue atau sapu
tangan untuk mengelap keringat (dan atau air mata). Kami melakukan thawaf Wada’
di siang hari, sehingga keringat dan air mata pun campur baur.
4.
Memperjuangkan shaf
Tidak berlebihan kalau ada
yang bilang, haji dan umrah sama dengan berjihad. Luasnya Masjidil Haram tidak
menjamin Anda bisa mendapatkan tempat di dalam masjid jika hendak menunaikan
shalat fardhu berjamaah.
Lha, siapa coba yang nggak ngiler
dengan iming-iming pahala 100.000 kali untuk sekali shalat di Masjidil Haram?
Jadi tidak mengherankan, kalau seluruh umat Muslim dari segala penjuru dunia tumplek
blek di Masjidil Haram untuk shalat fardhu berjamaah.
Kami selalu mengusahakan agar
sudah berada di dalam Masjid setidaknya setengah jam sampai satu jam sebelum
adzan berkumandang. Supaya kami bisa lebih leluasa memilih tempat shalat.
Pekara shaf ini, banyak hal
yang menarik. Banyak jamaah yang datang agak terlambat, sehingga harus
memohon-mohon untuk diberi shaf. Ada juga yang tanpa ba bi bu, langsung main
serobot. Yang diserobot ada yang mengalah, ada juga yang tidak mau mengalah.
Ada juga yang langsung menggelar sajadah di depan orang yang sudah lebih dulu
datang, sementara yang dibegitukan cuman bisa bengong sambil menoleh kiri kanan
tanda kebingungan.
Kalau saya sih Alhamdulillah
tidak pernah menyerobot, tapi kalau diserobot sering, haha... Gapapalah,
soalnya yang menyerobot kan saudara-saudara saya juga sesama Muslim. Hehe...
Oya, Alhamdulillah kami mengalami
shalat Jumat di Masjidil Haram. Nah, kalau untuk shalat Jumat, aturan berangkat
satu jam sebelum adzan tidak berlaku. Mengapa? Karena saat shalat Jumat, yang
datang ke Masjidil Haram tidak hanya para jamaah Umrah, melainkan juga warga
kota Mekkah sendiri (hari Jumat adalah hari libur). Jadi bisa dipastikan
Masjidil Haram akan sangat padat. Karena ingin mendapatkan tempat di dalam
Masjid, kami berangkat jam 9 pagi! (padahal Adzan Zhuhur sekitar jam 12 an).
5.
Atur pola minum dan berlatih berwudhu dengan air yang sedikit
Toilet di Masjidil Haram jumlahnya
memang banyak. Anda dipastikan tidak perlu mengantri jika hendak menunaikan
hajat. Cuman masalahnya tempatnya itu lo, jauhnya minta ampun. Toilet berada di
pelataran luar Masjid. Jadi kalau Anda ingin buang air, lumayan juga jarak yang
harus ditempuh. Apalagi jika Anda sudah terlanjur berada di dalam, biasanya
akan malas untuk ke toilet. Letak toiletnya pun berada di basement dan untuk
menuju ke sana, anda harus melewati eskalator.
Jadi saran saya, jika hendak
shalat di Masjid, usahakan untuk tidak minum terlalu banyak.
Yang paling penting, dalam hal
ini, mintalah pertolongan dari Allah untuk membantu menunda dorongan dari
kandung kemih (pipis) maupun dari saluran pencernaan (pup).
Sebab saya pernah tu ngalamin,
pas Masjid lagi padat-padatnya menjelang shalat Jum’at, saya kebelet pipis.
Maklum, nunggunya kan dari jam 9 tuh. Selama itu kan kerjaan saya wiridan,
ngaji dan ngobrol ngalor ngidul, haha. Haus kan? Makanya botol tupperware
setengah literan saya sampai habis bis bis. Alhasil, kebelet pipis lah saya pas
jarum jam menunjukkan pukul setengah 12 siang. Masha Allah....mustahil saya
bisa keluar Masjid karena jalan masuk dan tangga sudah dipenuhi jamaah,
laki-laki pula. Kalaupun saya bisa keluar, mustahil saya bisa kembali ke dalam
sebelum waktu shalat dimulai.
Ya sudah akhirnya saya pasrah
dan hanya bisa mengucap “Laa haula wala quwwata illa billahi” saja.
Alhamdulillah, hingga shalat Jum’at selesai dan disambung Thawaf wada’, rasa
kebelet pipis itu tidak lagi muncul.
Kalau hanya sekedar batal
wudhu karena kentut, mulailah belajar untuk berwudhu menggunakan air zamzam.
Tidak usah yang komplit, cukup kerjakan rukun wudhu sesuai QS Al Maidah ayat 6,
yakni niat, membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian
kepala dan membasuh kaki hingga mata kaki. Semua itu bisa dilakukan dengan
menggunakan air zamzam.
Jadi saran saya, selalu
sediakan air dalam tas Anda. Dan, berlatihlah berwudhu menggunakan air yang
terbatas tanpa membasahi tempat shalat Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.