“Ana, aku
punya kejutan”, Alex berbisik.
Mata
Liliana berbinar. “Apa itu?”.
Alex
mengeluarkan sebentuk cincin dari saku celananya. “Kamu mau kan hidup berdua
sama aku?”. Matanya memandang Liliana dengan tatapan sayang.
Binar di
mata Liliana menghilang. Sejenis cairan tampak mengambang di matanya. Dia
menggeleng lemah.
“Kenapa An? Kita sudah bertahun-tahun jalan bersama.
Menjalani tawa, tangis, duka dan canda sama-sama. Kurasa sudah saatnya hubungan
kita maju selangkah”. Alex menatap kekasihnya heran. Bukankah seharusnya sebuah
lamaran dari orang yang dicintai adalah hal yang ditunggu-tunggu semua
perempuan?
“Iya, tapi
tidak semudah itu Lex”
“Apanya
yang sulit? Kita punya mimpi yang sama untuk bahagia bersama selamanya
kan?”
“Tapi aku
punya Bapak Ibu Lex, punya saudara, punya keluarga besar seperti halnya kamu.
Sebuah pernikahan itu bukan saja ikatan antara kita, tapi juga antara mereka”.
Alex
terdiam, berusaha mencerna kata-kata Liliana. “Aku tahu An, tapi bukankah kita
berdua sudah sama-sama dewasa untuk memutuskan segalanya sendiri. Toh
yang menjalaninya nanti kita juga kan?”
Liliana
menarik nafas panjang. “Lex, seandainya saja nama lengkapmu Alexander...”. Ia
terdiam sejenak sebelum melanjutkan.
“Masalahnya,
namamu Alexandra...”
-selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.