Senin, 27 Juni 2011

Menjadi Ibu Ternyata Tidak Enak

Begitu aku memutuskan untuk punya bayi, sama sekali tidak terpikir bahwa hidupku akan berubah 180 derajat. Betapa tidak? Faktanya segala hal kini berubah. Mulai dari hal kecil macam celana jins yang tidak lagi muat, hobi membacaku yang nyaris dilupakan karena hampir tak ada waktu hingga ke urusan mindset dan prinsip finansial.

Saat menjalani masa-masa kehamilan, yang terbayang adalah hal-hal yang indah-indah saja. Si kecil yang lucu, rumah yang diwarnai gelak tawa dan tangis bayi, bau bedak dan minyak telon hingga pernak-pernik anak-anak yang mendekorasi sarang kecil kami.

Nyatanya, malam pertama dengan si jabang bayiku menjadi malam yang tak terlupakan seumur hidupku. Membuatku tersadar akan apa-apa yang akan kuhadapi di hari-hari selanjutnya, bulan-bulan ke depan dan tahun-tahun berikutnya...Membuatku berpikir bahwa menjadi Ibu ternyata tidak seenak yang kubayangkan.

1. Bayi dan Pupup
Aku sama sekali tidak tahu bahwa bayi baru lahir akan buang kotoran sangat sering (padahal aku tergolong jijikan). Sudah gitu kotorannya hitam dan lengket, susah banget nguceknya. Malam pertama itu, bayiku pupup berkali-kali, terhitung 7 kali aku harus bolak-balik ke kamar mandi untuk membersihkan popok plus kotorannya yang lengket (kata orang Jawa: tai gagak). Padahal, malam itu adalah malam kedua pasca melahirkan.
Ternyata memang begitu pola buang kotoran bayi baru, kotorannya bernama meconium. Teksturnya lengket seperti aspal cair, warna hijau gelap hingga hitam.

2. Bayi dan Gumoh
Selain pupup, bayiku juga berkali-kali gumoh. Aku kebingungan karena itu kali pertama aku pegang bayi. Mau nggak mau, bajunya harus kuganti karena aku takut dia masuk angin. Namun, namanya juga baru pertama jadi aku kebingungan bagaimana caranya. Tentunya tidak sama dengan mengganti baju Barbie kan? Akhirnya aku hanya bisa menggunakan feeling, hasilnya? Well, beberapa kali aku mendengar suara klek-klek di area lengan bayiku. Aiii...semoga aku tidak mematahkan apa-apa mengingat dia masih sedemikian empuk. Tapi dia diam saja, nggak nangis, jadi kuasumsikan dia baik-baik saja.
Ternyata memang demikian perilaku bayi baru, sering gumoh jika dimasuki susu atau ASI. Untuk menghindarinya, berdirikan bayi di pundak lantas tepuk-tepuk pundaknya hingga bayi bersendawa.
Tentang memakaikan baju bayi, baru keesokan harinya Ibuku mengajarkan bagaimana cara memasangkan baju bayi yang benar. Ternyata metodeku semalam keliru, untung bayiku tidak apa-apa.

3. Bayi melekan
Malam itu aku tidak tidur. Aku baru bisa memejamkan mata pukul 4 dini hari, beberapa menit menjelang adzan Subuh (tentu saja aku tidak harus bangun untuk sholat Subuh, hehe...). Dua jam kemudian aku terbangun karena si kecil pupup lagi. Ayahnya memang beberapa kali bangun dan bertanya mengapa aku tidak tidur? Pertanyaan yang aneh pikirku.
Ternyata memang demikian pola tidur bayi baru. Bisa jadi tertukar siang dan malamnya. Itu sebabnya sebagai kompensasi, bayiku tidur panjang di siang hari, tentu saja itu tidak berlaku untuk ibunya karena perempuan Jawa haram hukumnya tidur di siang hari setelah melahirkan. Oh my God, jadi kapan aku bisa tidur?

4. Aku dan Jahitanku
Sebagai perempuan Jawa, ibuku tidak menyuruhku menggunakan kain panjang, hingga aku bisa bebas memakai celana pasca melahirkan. Tentu saja ini mendukung aktivitas malam pertamaku yang harus bergerak relatif ekstrem, karena aku harus berkali naik-turun ranjang untuk meraih bayi yang kami letakkan di box, berkali-kali jongkok dan membungkuk untuk mengucek kotoran dan mengganti baju. Mungkin karena pengaruh obat, aku tidak merasakan apa-apa di bagian jahitan, sehingga kupikir tidak ada masalah dengan jahitanku. Keesokan paginya barulah bagian jahitan terasa nyeri, saat pengaruh obat pereda sakit sudah tidak ada lagi (tentu saja bagian perineum sakit kalau dipakai duduk). Akibatnya butuh waktu agak lama untuk recovery bagian jahitan, hingga dokter harus memberikan semacam salep agar lukanya lebih cepat kering.

Demikianlah cerita malam pertamaku dengan bidadariku: Jasmine Oryva Rosabrille. Bayi kecil yang kelak memberikan warna-warni dalam kehidupan pernikahanku. Sungguh malam pertamaku dengannya adalah malam yang tak terlupakan dan menjadi pondasiku menjalani hari-hari sebagai seorang Ibu (yang ternyata tidak semanis madu). Yang jelas, menjadi Ibu mungkin memang tidak enak. Tapi aku sangat bersyukur Tuhan memberiku kesempatan menjadi seorang Ibu.

Tulisan ini didedikasikan untuk para calon ibu agar lebih siap menghadapi peranan barunya, kelak jika masa persalinan itu baru saja berlalu.

Gambar dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)