“Bunda,
aku mau ke Amerika”, kata anakku yang paling besar.
“Amerika
itu jauh Nak”, jawabku sambil mencuci piring.
“Kalau
sudah besar, aku boleh ke Amerika?”
“Ya boleh
aja”
“Bunda,
Amerika itu di mana?”
“Di sana,
jauh, di seberang laut”
“Kalau ke
Amerika naik mobil ya?”
“Ya nggak
bisa, harus naik pesawat”
“Aku mau
ke Amerika sekarang Bunda”
“Ya nggak
bisa Nak. Bunda nggak punya uang”
“Uang di
celenganku kan ada Bunda”
“Ngga
cukup Nak, kurang banyak!”, aku mulai menjawab dengan tidak sabar. Bosan aku
membahas tentang Amerika ini.
“Banyak
kok Bunda. Ini sampai berat gini”
“Iya Nak,
tapi itu isinya uang receh”
“Kalau
gitu Bunda ambil uang di ATM, terus kita bisa ke Amerika”, dia masih terus
merengek. Entah dari mana gadis pra sekolahku ini tahu perihal Amerika dan
tertarik pergi ke sana.
“Uang
Bunda nggak cukup Nak. Makanya kakak belajar yang rajin ya biar pinter, terus
bisa punya uang banyak terus pergi ke Amerika”, jawabku sambil mengelap meja
dapur. Mataku melirik ke lantai rumah yang berantakan. Saatnya mengepel.
“Bunda,
Amerika itu di luar kota ya?”, tanyanya lagi tanpa menghiraukan aku yang
kerepotan membereskan rumah.
That’s it!
Aku sudah bangun jauh lebih pagi dari sang muadzin pemanggil jamaah shalat
Shubuh terbangun. Mengerjakan ini mengerjakan itu sampai-sampai belum sempat
sarapan. Dan pekerjaan rumah tangga ini tidak tampak ada tanda-tanda selesai.
Baru saja dibereskan di sana. Yang di sini berantakan. Dan sekarang aku harus
melayani pertanyaan tentang Amerika yang tak kunjung ada ujungnya.
“Kakak
bisa diem nggak? Bunda lagi repot! Dari tadi Bunda udah bilang Amerika itu
jauh. Ke sananya mahal. Sudah jangan tanya-tanya terus. Kamu nggak liat Bunda
ini lagi ngapain?!”, semprotku.
Akhirnya
gadis kecilku itu diam dan ngeloyor pergi. Aku menghela napas lega dan mulai
mengambil ember dan air untuk mengepel.
Sepuluh
menit setelah selesai mengepel dan sarapan, kudengar bel pintu berbunyi.
Ternyata itu teman kuliahku dulu. Rina namanya.
“Haaaiii...apa
kabar jeng?”, sapanya dengan ceria sambil menempelkan pipinya di pipi kiri
kananku.
“Baik. Ayo
masuk yuk. Udah lama nggak ketemu ni. Kangen”
“Ini lo
say. Aku ada penawaran menarik ni buat kamu. Bisnis seru buat ibu-ibu rumah
tangga macam kita”
Mataku
langsung bersinar. Bisnis? Wah, lumayan ni buat nambah anggaran hepi-hepi sama
anak-anak. Aku tidak bisa menutupi ketertarikanku.
“Bisnis
apaan jeng?”
“Udah
pernah dengar ABC Network?”
Aku
menggeleng.
Seperempat
jam berikutnya, yang terdengar di ruang tamuku adalah suara Rina yang asyik
menerangkan apa itu ABC Network. Yang hasilnya adalah membuat kepalaku munyeng
nggak karuan.
“Ada
pertanyaan?”, tanya Rina.
“Jadi
maksudnya aku harus nyari kaki-kaki sebanyak mungkin?”.
“Ya,
sebenarnya bisnis ini bukan hanya sekedar mencari kaki, melainkan mengumpulkan
poin sebanyak mungkin biar bisa dapet bonus bulanan. Tapi bonus itu akan
semakin berlipat kalau kakimu banyak”
“Trus poin
ini bisa aku dapet dari jualan produk?”
“Salah
satunya. Salah duanya dengan cari member baru”
“Apa
bedanya member dan kaki dan downline”
“Bedanya
kalau member itu customer tetap kamu untuk produknya ABC Network dan nggak
wajib cari kaki baru. Sedangkan kalau downline atau kaki itu semacam bawahan
kamu di bisnis ini gitu lo. Kalau pilih jadi kaki harus mau usaha cari
kaki-kaki lagi”
“Jadi ntar
kalau aku join, aku jadi kaki kamu?”
“Iya”.
“Kakimu
sudah banyak?”
“Ya
lumayan sih”
“Trus aku
kan nggak gaul ni. Gimana kalau aku kesulitan cari kaki?”
“Nah, ini
kan di sini kita kan kerja tim. Kita nanti bisa saling bahu membahu untuk mencarikan
kaki untuk kaki-kaki kita”
Aku
manggut-manggut pura-pura ngerti sambil menatap bagan dan piramida yang
ditunjukkan Rina. Otakku masih belum bisa mencerna bagaimana bisa hanya dengan
mencari kaki, kita bisa dapat pendapatan jutaan rupiah tiap bulan.
Tapi
sedetik kemudian, seperti ada yang menyalakan lampu dalam otakku yang sedang ruwet,
tiba-tiba aku tersadar akan suatu hal yang penting. Dan itu bukan perkara
bisnis rumahan yang menggiurkan, atau bagaimana caranya mendapat kaki-kaki. Ini
menyangkut hal yang jauh lebih penting dari itu semua.
“Eh Rin.
Aku pikir-pikir dulu ya. Nggak bisa jawab sekarang. Soalnya investasinya
lumayan juga ni. Aku bicarakan sama suamiku dulu ya”, jawabku akhirnya.
Berharap kawanku itu segera pamit karena ada hal penting yang harus segera
kulakukan terkait dengan lampu yang tiba-tiba menyala di otakku barusan.
Tak lama
setelah kawanku berpamitan, aku segera masuk ke ruang baca dan mencari dua
benda yang sudah lama tak kulihat. Aku berharap semoga benda itu belum kubuang.
“Ahaaa...itu
dia!”, aku bersorak ketika melihat sebuah globe ukuran sedang di pojokan lemari
buku.
Butuh
waktu agak lama untuk menemukan benda yang satunya karena dia kuletakkan
bersamaan dengan barang-barang lama. Puji Tuhan, setelah beberapa lama, aku
berhasil menemukan buku Atlas Dunia yang sampulnya sudah mulai menguning tapi
kualitas jilidannya masih oke.
“Kakaaaak!!!”,
panggilku. “Lihat ni Bunda punya apa???”
Gadis
kecilku datang tergopoh-gopoh. Mata bulatnya menyiratkan ingin tahu.
“Kakak mau
tahu Amerika di mana? Ni Bunda tunjukin....”
Anak
sulungku bersorak.
Aku
tersenyum geli. Bagi gadis kecil ini, lokasi Amerika sama membingungkannya
dengan sistem kerja ABC Network. Pertanyaannya yang tak putus-putus tentang
Amerika adalah usahanya untuk menggali informasi seberapa jauh Amerika itu dari
rumahnya. Sama dengan aku yang terus bertanya bagaimana agar bisa kaya melalui
bisnis yang ditawarkan Rina.
Tugasku
sebenarnya bukan menjawab tentang bagaimana agar anakku bisa ke Amerika,
melainkan memberi tahunya di mana posisi rumahnya sekarang dan posisi Amerika.
Mungkin dalam benaknya, Amerika sama dengan pasar malam yang kerap kami
kunjungi atau rumah Eyang yang terletak agak di luar kota. Makanya dia nggak
ngeh mengapa perlu uang banyak untuk ke Amerika.
Setelah kuterangkan
dengan dibantu globe dan Atlas, yang kuharap bisa membuatnya mengerti konsep
jarak, dia tampak mulai paham bahwa Amerika dan Indonesia berada di benua yang
berbeda.
“Jadi
gimana? Masih mau ke Amerika?”, tanyaku.
“Nggak
jadi ah. Ternyata Amerika jauh. Nanti kasihan Ayah kalau aku pergi jauh-jauh”,
jawabnya cuek sambil memutar-mutar globe.
-selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.