Bagi para pembaca yang sudah bisa melakukan
shalat tahajjud secara istiqomah, sebaiknya tidak perlu melanjutkan membaca
tulisan ini, karena tulisan ini sebenarnya diperuntukkan bagi para new comer di “dunia malam”. Lebih
tepatnya sepertiga malam di mana saat itulah saat-saat eksklusif untuk lebih
mendekatkan diri pada Allah, saat di mana permohonan ampun dan tobat kita
didengarNya, saat di mana hajat dan keinginan kita dikabulkanNya dan saat di
mana doa kita lebih ijabah.
Sekedar diketahui saja, saya ini juga pendatang
baru di “dunia malam”. Bukan apa-apa, walaupun saya menjadi orang Islam selama
30 tahun lebih, namun yang namanya shalat Tahajjud itu kok rasanya beraaat
banget dijalani. Padahal saya sudah tau fadhilah atau keutamaan-keutamaan
shalat tahajjud sebagaimana yang banyak diajarkan di hadits-hadits, seperti
hadits Qudsi yang satu ini:
Dari Abu
Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Tuhan kami yang Maha Suci dan Maha
Tinggi setiap malam turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga malam
terakhir. Dia berfirman, “Barangsiapa yang memohon kepadaKu, maka Aku
perkenankan. Barangsiapa yang memohon kepadaKu maka Aku beri dan barangsiapa
yang memohon ampun kepadaKu, maka Aku ampuni” (Hadits ditakhrij oleh Bukhari)
Nah mengapa tidak bisa istiqomah padahal reward
bagi orang yang melaksanakan shalat tahajjud ternyata sangat luar biasa? (kalau
saya sih tertarik dengan bagian pengampunan atas dosa-dosa, soalnya dosa saya
banyak). Kendalanya apa lagi kalau bukan malas dan mengantuk?
Padahal setiap akan tidur sudah niat ingin shalat
tahajjud, niatnya pun sudah dikuatkan dengan menyetting alarm pukul 2 atau
pukul 3 dini hari dan meletakkan alarm jauh dari bantal agar memaksa tubuh
lepas dari kasur. Namun saat waktunya tiba, alih-alih pergi ke kamar mandi
untuk berwudhu, alarm yang berdering-dering tersebut cuma di-turn off lantas
kembali lagi ke pulau kapuk sambil dalam hati berbisik “5 menit lagi ah”.
Begitu tiba waktu Shubuh, baru menyesal kenapa tadi kok tidak langsung shalat.
(Ini pengalaman pribadi sih, mungkin pembaca juga ada yang mengalami hal semacam
itu? Hayo ngaku).
Nah, saya ingin berbagi 1 trik agar shalat
tahajjud ini bisa dilaksanakan secara istiqomah dan ini sudah dipraktekkan oleh
suami saya (beliau nyaris tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud, setidaknya
itu yang saya lihat selama menjalani biduk rumah tangga bersamanya). Hanya saja
cara ini memiliki resiko yang cukup tinggi, pembaca boleh menimbang-nimbang
untuk mengikutinya atau tidak.
Jadi yang dilakukan suami saya adalah sengaja
meninggalkan shalat Isya dan langsung berangkat tidur. Tentu saja alarm
ponselnya sudah disetting agar setiap hari berbunyi pukul 2 dini hari. Pukul 2
saat alarmnya berbunyi, suami saya otomatis langsung bangun dan menuju ke kamar
mandi. Ya apalagi kalau bukan untuk berwudhu dan menunaikan kewajiban shalat
fardhunya. Nah, sekalian muka sudah seger dan ngantuk sudah hilang, dia
lanjutkan dengan shalat tahajjud, shalat hajat dan shalat witir. Kita semua
tahu shalat wajib adalah hal yang pertama kali dihisab di akhirat nanti kan?
Suami saya pun tahu persis akan hal itu, makanya beliau memanfaatkan ketakutan
meninggalkan shalat fardhunya untuk bisa lepas dari peraduan dan menjalankan
shalat malam.
Namun resikonya jelas, jika tertidur maka
taruhannya adalah tertinggal kewajiban fardhunya. Resiko kedua adalah
kehilangan fadhilah shalat Isya berjama’ah atau fadhilah shalat fardhu tepat
waktu.
Awalnya saya kurang suka dengan kebiasaan suami
saya karena sudah terbiasa untuk menuntaskan kewajiban shalat Isya sebelum
tidur. Saat saya diskusikan masalah ini dengan suami saya, beliau menjelaskan
bahwa yang dia lakukan hanyalah latihan menjadi hamba level 3 di ranah shalat
malam (ini menurut versinya sendiri). Level 1 adalah mereka yang shalat
tahajjud dilakukan sebelum tidur (supaya aman dan tidak kuatir lewat jika
ketiduran), Level 2 adalah yang seperti dilakukan suami saya, sedang level 3
adalah mereka yang shalat Isya’ tepat waktu kemudian tidur lantas bangun di
sepertiga malam terakhir untuk berjumpa dengan sang Khaliq.
Setelah diskusi panjang lebar, saya pun merenung.
Saya tahu saya tidak berhak menghakimi apakah yang dilakukan suami saya benar
atau salah (wong ilmu saya masih sangat terbatas). Ia melakukan itu karena
keinginannya yang sedemikian tinggi untuk menjalankan shalat malam, namun ia
menyadari keterbatasannya sebagai manusia biasa yang bisa kalah oleh rasa penat
dan mengantuk.
Akhirnya saya pun mencoba apa yang dilakukannya
walau di awal-awal malah saya sulit tidur karena masih kepikiran belum shalat
Isya’. Namun akhirnya dengan cara ini kami malah bisa shalat Isya berjamaah karena
sama-sama menjalankannya pukul 2 atau 3 pagi (sebelumnya kami tidak bisa
berjamaah karena suami hampir selalu pulang lewat jam 8 malam). Akhirnya shalat
tahajjud jadi nyaris tidak pernah kami lewatkan.
Nah silahkan pembaca menilai sendiri apa yang
telah kami lakukan. Saya sadar bahwa saya dan suami saya hanyalah manusia
biasa, namun kami hanya ingin berusaha mendekati apa yang telah dilakukan oleh
orang-orang sholeh, yakni memiliki momen-momen eksklusif antara hamba dan
Penciptanya. Pasti pembaca juga tahu bahwa itu tidak mudah karena kita harus
berjuang keras melawan kantuk. Namun kami berharap, “latihan” yang kami lakukan
akan berdampak pada pembiasaan jam tubuh untuk bangun secara otomatis pada pukul
2 atau 3 dini hari. Sehingga nantinya tanpa harus secara sengaja meninggalkan
shalat Isya’, alarm tubuh sudah teraktivasi tepat saat Allah datang di
sepertiga malam terakhir, eksklusif hanya untuk hamba-hambaNya yang masih
terjaga dan bermunajat kepadaNya. Insya Allah....
..... “Jika
hambaKu mendekat kepadaKu sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika
ia mendekat kepadaKu sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia
datang kepadaKu dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari
kecil” (Hadits Qudsi diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ditakhrij oleh Tirmidzi)
Wowwwwww .... blog yang sangat menginspirasi, tidak hanya mampu memberikan informasi mengenai urusan dunia, namun juga tentang after-life. Sangat bermanfaat :)
BalasHapusTerima kasih Maya :)