Senin, 26 September 2011

Trik Shalat Tahajjud


Bagi para pembaca yang sudah bisa melakukan shalat tahajjud secara istiqomah, sebaiknya tidak perlu melanjutkan membaca tulisan ini, karena tulisan ini sebenarnya diperuntukkan bagi para new comer di “dunia malam”. Lebih tepatnya sepertiga malam di mana saat itulah saat-saat eksklusif untuk lebih mendekatkan diri pada Allah, saat di mana permohonan ampun dan tobat kita didengarNya, saat di mana hajat dan keinginan kita dikabulkanNya dan saat di mana doa kita lebih ijabah.

Sekedar diketahui saja, saya ini juga pendatang baru di “dunia malam”. Bukan apa-apa, walaupun saya menjadi orang Islam selama 30 tahun lebih, namun yang namanya shalat Tahajjud itu kok rasanya beraaat banget dijalani. Padahal saya sudah tau fadhilah atau keutamaan-keutamaan shalat tahajjud sebagaimana yang banyak diajarkan di hadits-hadits, seperti hadits Qudsi yang satu ini:

Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Tuhan kami yang Maha Suci dan Maha Tinggi setiap malam turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga malam terakhir. Dia berfirman, “Barangsiapa yang memohon kepadaKu, maka Aku perkenankan. Barangsiapa yang memohon kepadaKu maka Aku beri dan barangsiapa yang memohon ampun kepadaKu, maka Aku ampuni” (Hadits ditakhrij oleh Bukhari)

Nah mengapa tidak bisa istiqomah padahal reward bagi orang yang melaksanakan shalat tahajjud ternyata sangat luar biasa? (kalau saya sih tertarik dengan bagian pengampunan atas dosa-dosa, soalnya dosa saya banyak). Kendalanya apa lagi kalau bukan malas dan mengantuk?

Padahal setiap akan tidur sudah niat ingin shalat tahajjud, niatnya pun sudah dikuatkan dengan menyetting alarm pukul 2 atau pukul 3 dini hari dan meletakkan alarm jauh dari bantal agar memaksa tubuh lepas dari kasur. Namun saat waktunya tiba, alih-alih pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, alarm yang berdering-dering tersebut cuma di-turn off lantas kembali lagi ke pulau kapuk sambil dalam hati berbisik “5 menit lagi ah”. Begitu tiba waktu Shubuh, baru menyesal kenapa tadi kok tidak langsung shalat. (Ini pengalaman pribadi sih, mungkin pembaca juga ada yang mengalami hal semacam itu? Hayo ngaku).

Nah, saya ingin berbagi 1 trik agar shalat tahajjud ini bisa dilaksanakan secara istiqomah dan ini sudah dipraktekkan oleh suami saya (beliau nyaris tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud, setidaknya itu yang saya lihat selama menjalani biduk rumah tangga bersamanya). Hanya saja cara ini memiliki resiko yang cukup tinggi, pembaca boleh menimbang-nimbang untuk mengikutinya atau tidak.

Jadi yang dilakukan suami saya adalah sengaja meninggalkan shalat Isya dan langsung berangkat tidur. Tentu saja alarm ponselnya sudah disetting agar setiap hari berbunyi pukul 2 dini hari. Pukul 2 saat alarmnya berbunyi, suami saya otomatis langsung bangun dan menuju ke kamar mandi. Ya apalagi kalau bukan untuk berwudhu dan menunaikan kewajiban shalat fardhunya. Nah, sekalian muka sudah seger dan ngantuk sudah hilang, dia lanjutkan dengan shalat tahajjud, shalat hajat dan shalat witir. Kita semua tahu shalat wajib adalah hal yang pertama kali dihisab di akhirat nanti kan? Suami saya pun tahu persis akan hal itu, makanya beliau memanfaatkan ketakutan meninggalkan shalat fardhunya untuk bisa lepas dari peraduan dan menjalankan shalat malam.

Namun resikonya jelas, jika tertidur maka taruhannya adalah tertinggal kewajiban fardhunya. Resiko kedua adalah kehilangan fadhilah shalat Isya berjama’ah atau fadhilah shalat fardhu tepat waktu.

Awalnya saya kurang suka dengan kebiasaan suami saya karena sudah terbiasa untuk menuntaskan kewajiban shalat Isya sebelum tidur. Saat saya diskusikan masalah ini dengan suami saya, beliau menjelaskan bahwa yang dia lakukan hanyalah latihan menjadi hamba level 3 di ranah shalat malam (ini menurut versinya sendiri). Level 1 adalah mereka yang shalat tahajjud dilakukan sebelum tidur (supaya aman dan tidak kuatir lewat jika ketiduran), Level 2 adalah yang seperti dilakukan suami saya, sedang level 3 adalah mereka yang shalat Isya’ tepat waktu kemudian tidur lantas bangun di sepertiga malam terakhir untuk berjumpa dengan sang Khaliq.

Setelah diskusi panjang lebar, saya pun merenung. Saya tahu saya tidak berhak menghakimi apakah yang dilakukan suami saya benar atau salah (wong ilmu saya masih sangat terbatas). Ia melakukan itu karena keinginannya yang sedemikian tinggi untuk menjalankan shalat malam, namun ia menyadari keterbatasannya sebagai manusia biasa yang bisa kalah oleh rasa penat dan mengantuk.

Akhirnya saya pun mencoba apa yang dilakukannya walau di awal-awal malah saya sulit tidur karena masih kepikiran belum shalat Isya’. Namun akhirnya dengan cara ini kami malah bisa shalat Isya berjamaah karena sama-sama menjalankannya pukul 2 atau 3 pagi (sebelumnya kami tidak bisa berjamaah karena suami hampir selalu pulang lewat jam 8 malam). Akhirnya shalat tahajjud jadi nyaris tidak pernah kami lewatkan.

Nah silahkan pembaca menilai sendiri apa yang telah kami lakukan. Saya sadar bahwa saya dan suami saya hanyalah manusia biasa, namun kami hanya ingin berusaha mendekati apa yang telah dilakukan oleh orang-orang sholeh, yakni memiliki momen-momen eksklusif antara hamba dan Penciptanya. Pasti pembaca juga tahu bahwa itu tidak mudah karena kita harus berjuang keras melawan kantuk. Namun kami berharap, “latihan” yang kami lakukan akan berdampak pada pembiasaan jam tubuh untuk bangun secara otomatis pada pukul 2 atau 3 dini hari. Sehingga nantinya tanpa harus secara sengaja meninggalkan shalat Isya’, alarm tubuh sudah teraktivasi tepat saat Allah datang di sepertiga malam terakhir, eksklusif hanya untuk hamba-hambaNya yang masih terjaga dan bermunajat kepadaNya. Insya Allah....

..... “Jika hambaKu mendekat kepadaKu sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepadaKu sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil” (Hadits Qudsi diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ditakhrij oleh Tirmidzi)

1 komentar:

  1. Wowwwwww .... blog yang sangat menginspirasi, tidak hanya mampu memberikan informasi mengenai urusan dunia, namun juga tentang after-life. Sangat bermanfaat :)
    Terima kasih Maya :)

    BalasHapus

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)