Rabu, 02 Oktober 2013

Seperti Kemarin


Hari ini seperti kemarin, kemarinnya lagi dan lusinan kemarin sebelumnya. Aku masih menunggu perempuan itu di sini. Di tempat yang sama. Perempuan yang merebut hatiku tanpa bertanya-tanya dulu. Tapi masalahnya aku tak bisa memprotesnya karena tindakannya yang seolah semena-mena itu. Sebab dia toh tak pernah bermaksud melakukannya?

Bagaimana mungkin dia bisa bermaksud merebut hatiku? Dia bahkan tidak mengenalku. Aku lah yang mengenalnya. Lewat langkah kakinya yang anggun. Lewat senyum dan sapaan lembutnya pada orang-orang yang dikenalnya. Juga lewat lantunan ayat suci yang kerap dia bacakan di sini. Di tempat aku menunggunya ini. Di dalam musholla.

Aku hanya orang lewat yang kebetulan melihatnya dan kebetulan jatuh hati. Sejak pertama melihatnya di rumah Tuhan ini, aku tak bisa tidak kembali lagi kemari untuk melihatnya. Untuk mendengar suara mengajinya. Untuk membiarkan hatiku direbut tanpa dia pernah bermaksud merebut.

Tapi aku hanya mampu melihatnya dari jauh.Hanya dengan cara ini aku mencintainya. Dengan tidak menyapanya sama sekali. Karena aku tahu, jika aku melakukannya, maka baginya akan hadir ketidakbahagiaan.

Aku hanya mampu mencintainya dengan cara seperti ini. Menunggunya dan menatapnya dalam keremangan cahaya Musholla yang temaram. Penyebabnya hanya satu; Cincin polos yang melingkari jari manisnya. Pertanda ada benang merah tak kasat mata yang menghubungkannya dengan seseorang yang memiliki cincin yang sama.

ditulis untuk FF2in1 by @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)