Rabu, 02 Oktober 2013

Percaya Diri Yang Terlambat

"Buset, keren amat kamu Ton. Tumben!", seru Romi, teman sekosku.

Wajar kalau dia heran. Dandananku malam ini memang termasuk ukuran heboh mengingat betapa payahnya cara berbusanaku selama ini.

Kemeja lengan panjang yang disetlika licin, lantas digulung hingga sebatas siku. Plus celana katun. Ditambah percikan eau de cologne yang maskulin. Jauh berbeda dengan penampakanku selama ini yang tak jauh-jauh dari kaos polo dan celana jeans.

"Ini hari istimewa Rom. Doain aku ya", jawabku dengan wajah sumringah.

"Pasti ke tempat cewek ya. Dia?", sahut Romi lagi. Dan aku mengangguk.

Dengan gugup aku mengendarai motorku menuju ke rumah Sinta. Malam ini aku sudah bertekad. Aku akan menyatakan perasaan yang sudah sekian lama kupendam.

Sudah setengah tahun aku mengenal Sinta. Waktu itu kami sama-sama baru lulus kuliah dan sama-sama menjadi kandidat karyawan di sebuah bank swasta. Hasilnya Sinta diterima dan aku tidak. Tapi kami masih sempat bertukar nomor ponsel, hingga hubungan kami masih terus berlanjut.

Sinta tak pernah sadar jika dari awal mula aku sudah jatuh hati padanya. Hanya saja, karena aku tak kunjung mendapatkan pekerjaan, membuatku tak punya cukup percaya diri untuk mendekatinya.

Namun kini beda. Minggu lalu aku baru saja direkrut oleh sebuah perusahaan multinasional. Sebuah modal yang cukup untuk mendekati perempuan smart seperti Sinta.

Motorku sampai di rumahnya. Aku mengetuk pintu. Tak lama pintu itu terbuka. Seorang anak perempuan kira-kira berusia 3 tahun tersenyum lebar. "Cali syapa Om?", tanyanya.

"Nggg...Mbak Sintanya ada?", tanyaku balik.

"Oooo...cebental ya Om. Mama Sinta....ada tamuuuu!!!!", teriaknya yang kontan membuatku lidahku kelu.

ditulis untuk FF2in1 by @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)