Tujuh tahun lebih saya menikah dengan suami. Selama 7 tahun itu pulalah
saya mengenal sosok Mbah Ti. Rumah Mbah Ti memang berada tepat di depan rumah
orang tua suami. Setiap kali berkunjung ke rumah mertua, saya kerap
menjumpainya. Namun saya tidak benar-benar memperhatikannya hingga beberapa
bulan yang lalu, ketika saya juga ikut-ikutan menjadi tetangga Mbah Ti.
Mbah Ti berusia 70an. Kurus kering dan berkulit hitam. Mbah Ti bukan orang
penting karena dia sebenarnya hanyalah seorang pemulung. Pekerjaannya tiap hari
mengorek-ngorek sampah di sekitar kampung. Berharap ada barang-barang bekas
yang masih punya nilai untuk dijual.
Mbah Ti di suatu sore |
Kalau tidak sedang memulung, dia kerap terlihat
menjemur nasi setengah basi di atas tampah di depan rumah sewaannya. Sebenarnya
rumah sewaan Mbah Ti tidak tepat juga dibilang rumah. Karena hanya berupa kamar
berukuran 4x2 m yang dibagi menjadi 2 bilik. Satu bilik ditempati Mbah Ti dan
yang sebelahnya ditempati seorang penyewa lain. Saya tidak pernah masuk, tapi
dari luar saya bisa melihat dipan tempat tidurnya, lengkap dengan bantal guling
tanpa sarung yang warnanya sudah tidak jelas. Putih keabu-abuan, atau abu-abu
keputih-putihan. Untungnya tempat tinggal Mbah Ti letaknya bersebelahan dengan
kamar mandi umum. Jadi dia tidak perlu kerepotan kalau memerlukan fasilitas
MCK.
Mbah Ti dan bilik mungilnya |
Kalau malam, terutama jika udara benar-benar gerah. Mbah Ti seringkali
duduk-duduk di depan rumah dengan hanya mengenakan pakaian dalam model kuno
yang sudah kedodoran. Tak jarang dia tampak menggosok-gosokkan balsem di
kakinya untuk membantunya mengurangi penat. Sesekali dia menyapa atau menjawab
sapaan orang lewat. Ketika malam semakin larut, dia akan masuk ke bilik
mungilnya yang hanya diterangi sebuah bohlam berwarna kuning. Beristirahat
mengumpulkan tenaga untuk kembali mengorek-ngorek tempat sampah keesokan
harinya.
Saya punya kesempatan mengenal Mbah Ti ketika pembangunan rumah kami
dimulai. Kebetulan rumah itu letaknya tepat di belakang rumah orang tua suami. Seperti
kebanyakan orang yang sedang membangun rumah, selama proses pembangunan dan
pindah rumah tentu saja banyak barang-barang rongsokan. Entah kayu, triplek,
kardus bahkan besi-besi. Oleh Ayah saya –yang kebetulan menjadi pengawas proyek
pembangunan – Mbah Ti diberikan ijin penuh untuk mengambil semua barang-barang
tersebut. Kegirangan Mbah Ti sungguh di luar dugaan. Berkali-kali dia
mengucapkan terima kasih sambil meminta maaf karena tidak sanggup membeli
barang-barang yang dia ambil. Tentu saja dia tidak perlu membayar, bagi kami
barang-barang tersebut sudah tidak ada harganya. Malahan kami kan justru
terbantu, karena dengan diambilnya barang-barang tersebut, kami tidak perlu
kebingungan menyingkirkan barang-barang yang sudah tidak terpakai tersebut.
Rupanya Mbah Ti bukan pemulung biasa. Merasa apa yang diambilnya adalah
rejeki yang luar biasa, sesekali dia datang ke rumah sambil mengantarkan 1
kresek kecil berisi beberapa butir jeruk. Dia bilang, itu untuk mengganti
barang-barang bekas yang dia ambil.
Kami semua benar-benar dibuat melongo dengan apa yang dilakukan Mbah Ti.
Betapa besarnya keinginan Mbah Ti untuk menunjukkan rasa terima kasih.
Sekalipun itu dia tunjukkan dalam bentuk yang sangat sederhana seperti beberapa
butir jeruk lokal yang dia antarkan ke rumah kami.
Bagaimana dengan kita? Saya 99% yakin Anda dan saya memiliki tingkat
ekonomi yang lebih dibanding seorang Mbah Ti. Dengan kondisi keuangan yang
lebih baik dari seorang pemulung sampah, sudahkah kita tunjukkan rasa terima
kasih terhadap orang-orang yang bersikap baik kepada kita? Sudahkah kita
tunjukkan balas budi kepada orang tua kita? Terlebih lagi kepada Allah?
Mungkin kita tidak merasa bahwa sebenarnya kita banyak sekali menerima nikmat.
Terutama dari Allah. Namun alih-alih berterima kasih atau membalas budi, kita
sering malah melupakan karunia yang sudah kita terima. Lebih parah lagi, kita
malah menggerutu dengan apa yang sudah diberikan dan selalu saja merasa kurang.
Yang paling parah, kita malah menyalahkan Allah. Naudzubillahimindzalik.
Allah telah berfirman dalam QS An Nahl:18, “Dan jika kamu menghitung-hitung
nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Allah memang tidak sama dengan kita yang bisa saja haus diberi ucapan terima kasih usai berbuat suatu
kebaikan. Allah tidak membutuhkan balas budi dari makhlukNya. Justru kita lah
yang butuh berterima kasih pada Allah, sebagai perwujudan rasa syukur.
Sebagaimana Allah telah berjanji dalam QS Ibrahim:7, “Dan, tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih"”.
Kita memang butuh bersyukur, agar Allah menambahkan lagi nikmat-Nya dan
agar Allah tidak menurunkan azab-Nya.
Dan dalam hal berterima kasih, Mbah Ti adalah juaranya. Kami tidak
memberikan uang ataupun benda berharga. Yang kami berikan hanyalah ijin untuk
mengambili barang-barang bekas di rumah. Itupun sebenarnya juga salah satu
bentuk simbiosis mutualisme karena toh kami diuntungkan dengan dibantu
menyingkirkan barang-barang bekas. Tapi tetap saja, Mbah Ti merasa tidak cukup
hanya berterima kasih di mulut saja. Jeruk-jeruk pemberian Mbah Ti adalah bukti
keinginan besarnya membalas budi.
Nah, jika tidak ingin kalah dengan Mbah Ti. Mari kita belajar berterima
kasih atas segala nikmat yang telah Allah berikan. Sesederhana apapun
bentuknya. Mari kita belajar mengungkapkan rasa terima kasih tidak hanya di
mulut saja. Menambah intensitas ibadah dan membelanjakan harta di jalan Allah
adalah beberapa di antara bentuk rasa terima kasih atas karunia Allah. Mungkin
tidak selalu mudah, terutama yang bagian membelanjakan harta di jalan Allah.
Tapi bukankah dalam segala keterbatasannya, toh Mbah Ti masih bisa membelanjakan
uangnya untuk membelikan kami beberapa butir buah jeruk demi menunjukkan rasa
terima kasihnya?
Allah Maha Besar
Thank you to let me born as a moslem ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.