Selasa, 14 April 2015

Aplikasi 5S Tidak Sesulit Membuat Roket

Kalau ada yang bilang menerapkan 5S di tempat kerja itu sulit, apalagi jika tempat kerjanya sudah terlanjur berantakan bin chaos tak karuan, saya berani bilang bahwa itu tidak benar. Soalnya saya sudah buktikan sendiri, bahwa 5S tidak sesulit membuat roket, walau memang tidak semudah membalik telapak tangan.
Nah, di postingan kali ini, untuk pertama kalinya sejak saya mengenal blogging, saya ingin sharing tentang hal-hal yang berbau pekerjaan, yakni langkah-langkah penerapan 5S yang sudah dan sedang kami terapkan di tempat kerja. 
Tujuan saya hanya satu, mematahkan pemahaman bahwa aplikasi 5S di tempat kerja itu sulit.
*
Saya bekerja di bogasari flour mills, sebuah pabrik penggiling gandum menjadi terigu yang berlokasi tepat di tepi pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Saya bertanggung jawab mengelola sebuah workshop yang bernaung di bawah Departemen Produksi, bernama Mill Support.
Akan memakan waktu yang lama dan panjang untuk menceritakan apa sesungguhnya yang saya kerjakan di Mill Support. Pokoknya dari namanya, sudah jelas tugas seksi kami adalah memberikan support untuk Mill (Penggilingan). Support apa? Apa saja selama kedua tangan dan kaki-kaki kecil kami sanggup mengerjakan. #halah. Oke bercanda. Kami punya jobdes (job description) kok. Tentu saja, jika datang pekerjaan yang di luar jobdes, kami berwenang untuk menolak.  Tapi seringnya, karena saking multi taskingnya para anggota tim Mill Support, yang ada kami lebih sering menerima job daripada menolaknya. Hihi...
Bengkel Mill Support berukuran kurang lebih 20 x 8 meter dengan 9 orang karyawan (termasuk saya). Saya membaginya menjadi 5 area, dengan mempertimbangkan jenis dan sifat pekerjaan;
1.       Area Outdoor (untuk pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan debu)
2.       Area Sewing (untuk pekerjaan dengan mesin jahit)
3.       Area Mesin Press (untuk pekerjaan pembuatan ayakan tepung)
4.       Area Pneumatic (untuk pekerjaan servis pneumatic Roll)
5.       Area Carpentry (untuk pekerjaan pertukangan).
Ups lupa, ada tambahan satu area lagi yakni Area Meeting (yang menjadi tempat saya menerima teman-teman, dan bahkan calon supplier, yang lagi pengen curhat, hehe).
Nah, sebelum saya cerita lebih jauh, mungkin ada pembaca yang belum mengerti apa itu 5S. Jadi kita tinggalkan sejenak workshop Mill Support untuk membahas selayang pandang tentang 5S.
5S sebenarnya berakar dari Jepang, dengan singkatan Seiri, Seiso, Seiton, Seiketsu, Shitsuke, merupakan metode pengorganisasian lokasi kerja. Tujuannya membuat area kerja menjadi lebih teratur, tidak berantakan, segala sesuatu mudah ditemukan dan membuat pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Konon, dengan Metode 5S ini lah, Jepang yang di tahun 1945 menjadi negara yang mengalami kehancuran karena tragedi Hiroshima dan Nagasaki, kini bisa menjadi salah satu negara maju. Konsep 5S ini pertama kali digagas di Toyota.
Sesuai namanya, ada 5 langkah dalam 5S (atau ada juga yang menyebut 5R dalam versi bahasa Indonesia);
1.       Seiri/ Ringkas, adalah kegiatan pemilahan. Yakni menyimpan barang-barang yang diperlukan dan menyingkirkan sisanya.
2.       Seiton/Rapi, adalah kegiatan penataan material sehingga tempat kerja menjadi lebih rapi, material mudah ditemukan dan jumlah stok lebih terkontrol. Contoh aplikasi Seiton ini ada di film Big Hero Six, saat adegan Hiro berkunjung ke Lab di kampus Tadashi. Di sana, ada seorang tokoh bernama Wasabi yang begitu telitinya menata alat-alat kerjanya. Dia bahkan berkata; “There are place for everything and everything in its place” (ya sort of that lah, maap kalau salah).
3.       Seiso/ Resik, adalah kegiatan pembersihan. Yakni membersihkan lokasi kerja agar bebas dari kotoran, sampah, debu, sawang, ceceran oli, genangan air dan lain-lain.
4.       Seiketsu/Rawat, adalah sebuah usaha agar 3S yang sudah dijalankan sebelumnya senantiasa terjaga keistiqomahannya.  Jangan sampai, area kerja yang sudah dirapikan dan dibersihkan kembali berantakan.
5.       Shitsuke/Rajin adalah menjadikan 5S sebagai sebuah budaya.
Nah, kenapa sih 5S ini begitu penting untuk diterapkan di sebuah organisasi? Bahkan untuk organisasi kecil semacam sebuah rumah tangga? Coba deh, bayangkan sebuah toko alat tulis yang tidak terorganisir, dimana buku, bolpoin, penggaris, kertas krep bercampur baur. Apa akibatnya? Pembeli akan sulit menemukan barang yang dicari, beberapa item barang akan terakumulasi secara berlebihan dan beberapa lainnya akan stock out tanpa ketahuan. Dan yang sudah pasti, melihat segala sesuatu yang berantakan sudah pasti membuat mood jadi turun. Belum apa-apa, pembeli udah kabur duluan melihat penampilan toko yang acakadul. Jadi, sebenarnya kalau mau ditarik benang merah, 5S itu erat sekali kaitannya dengan duit! Masih nggak paham, saya kasih contoh lagi yah;
a.       Karena akumulasi barang yang berlebihan, sebuah perusahaan sampai harus membeli lemari atau kontainer baru atau bahkan menyewa gudang baru. Padahal, belum tentu barang-barang yang ada memang harus disimpan.
b.      Sebuah bengkel sepeda motor yang seharusnya bisa melayani pelanggan dalam waktu singkat membutuhkan waktu lebih lama karena alat kerja yang berantakan dan sulit ditemukan. Akibatnya, jumlah pelanggan pun berkurang.
c.       Sebuah perusahaan pengolah makanan ditinggalkan pelanggannya karena menganggap perusahaan tersebut tidak menerapkan program kebersihan sebagaimana mestinya.
Nah balik lagi ke Mill Support. Bangunan workshop Mill Support boleh dibilang punya kisah seperti Cinderella. #halah.
Dulu, sekitar tahun 2007 sampai sekitar awal 2011, bangunan workshop kami hanya berupa dinding-dinding kayu dan papan-papan bekas mengangkut mesin dari Swiss. Beberapa bagian yang bocor kami tambal dengan kardus. Duh, mirip banget kaya bangunan stren kali. Melas banget. Sungguh tak sepadan dengan bangunan-bangunan Mill di kanan kirinya yang berdiri megah. 



Gambar-gambar Kondisi Workshop Mill Support era Gubug Derita

Akhirnya, setelah merengek-rengek (bahasa alaynya negosiasi) pada atasan, akhirnya pembangunan workshop Mill Support dengan dinding permanen dimulai. Sekarang, Mill Support menjadi bangunan pertama di bogasari yang warna catnya boleh pilih sendiri (sehingga sempet bikin beberapa orang jadi iri, hihi). Saya pilih kombinasi warna peach dan orange untuk warna dinding workshop. Sebab konon, nuansa warna orange merangsang kreatifitas. 


Workshop Mill Support Sekarang

Pokoknya, bangunan seksi kami kini sudah jauh lebih cantik ketimbang beberapa tahun sebelumnya. Namun sayang, kecantikan bangunan Mill Support tidak diikuti dengan keelokan pengorganisasian alat-alat di dalamnya.
Saya masih sering mendapati alat-alat kerja yang berserakan, kain-kain majun berklimbrukan dan sering juga ditegur atasan karena rak-rak yang berdebu dan ditumbuhi sawang. Bahkan atasan dari atasan saya kerap menyindir; “Kapan Mill Support mau dijadikan percontohan untuk 5S?”
Oh my dear Sir, tidakkah kau lihat anak buahmu ini banyak pekerjaan? Begitu sering saya menjawab dalam hati. Mana sempet saya menata workshop kalau tiap hari dihajar pekerjaan tiada henti?. Namun akhirnya saya sadar, pekerjaan di Mill Support tidak akan pernah ada habisnya dan 5S tidak akan pernah teraplikasikan jika saya tidak memulai melakukan sesuatu. Maka dari situ lah, saya bulatkan tekad untuk mulai ber-5S, tak peduli saat itu pekerjaan saya luar biasa bejibun.
Nah, saat-saat bersejarah itu dimulai di hari Senin. Kira-kira Senin sebulan yang lalu. Itu adalah hari Senin yang sudah saya niatkan untuk menjadi titik balik Mill Support dalam hal 5S. Sialnya, Senin itu tim Mill Support hanya berlima termasuk saya L Tapi saya sudah meniatkan itu jauh-jauh hari sehingga saya tidak mau mundur. So, dengan tekad membara, saya mulai menerapkan sebuah siklus; Motret-Briefing-Evaluasi.
Detailnya adalah begindang;
1.       Di hari pertama, saya pilih satu sudut workshop yang ingin saya benahi. Sebab kalau tidak begitu, jujur saya bingung harus mulai berbenah dari mana karena hampir seluruh sudut workshop dalam keadaan berantakan (termasuk meja kerja saya). Sebagai permulaan, satu sisi di Area Carpentry menjadi sasaran.
2.       Saat briefing pagi (berdoa dan briefing memang sudah secara rutin kami lakukan tiap pagi), saya intruksikan pada tim Carpentry untuk tidak menerima job order apa pun hari itu. Kecuali order yang sangat urgent. Saya minta mereka untuk memilah barang-barang di workshop, menyimpan yang masih dipakai dan membuang sisanya. Tentu saja saya juga menjelaskan kriteria barang seperti apa yang boleh disimpan dan tidak. Saya menggunakan foto-foto yang saya ambil untuk menjelaskan rencana saya.
3.       Di hari pertama itu, saya sendiri melakukan pemilahan dokumen di Ruang Meeting. Hasilnya, lebih dari 3 kardus besar akhirnya berakhir di TPS ^-^ (Oh my God, ternyata selama ini saya hidup berdampingan dengan sampah).
4.       Hari berikutnya, saya mengevaluasi hasil pekerjaan kemarin. Lumayan, tempat penyimpanan terlihat lebih lega. Tapi alat-alat kerja, mur, baut, paku dan kawan-kawan masih campur baur. Lagi-lagi saya mengambil foto. Kali ini saya juga membuka seluruh lemari dan laci kerja.
5.       Saat briefing, saya menggunakan foto-foto itu untuk meminta mereka melakukan penataan alat-alat kerja. Saya terangkan di mana peralatan harus diletakkan dan meminta mereka memasang label pada tiap laci dan memberi tanda untuk penempatan alat kerja.
6.       Secara bersamaan, hari itu saya melanjutkan melakukan pemilahan dan penataan ruang meeting. Kali ini sasaran saya adalah lemari peralatan dan spare part. Hasilnya, lagi-lagi berkardus-kardus sampah berakhir dengan manis di TPS.
7.       Begitulah saya mengawali hari selama 2 minggu berikutnya. Pagi-pagi sebelum briefing, saya memotret. Lantas menerangkan rencana saya saat briefing. Memberi kesempatan pada tim untuk mengeksekusi tanpa membebani mereka dengan pekerjaan rutin. Setelah selesai di bagian Carpentry, pekerjaan itu terus merambat ke arah Area Pneumatic, Mesin Press, Sewing hingga ke Outdoor.
Di hari pertama minggu ketiga, saya merasa sudah cukup puas dengan kegiatan Pemilahan dan Penataan. Tibalah saatnya melakukan Seiso, kegiatan pembersihan ekstrim!
Kami melipatgandakan jumlah anggota tim untuk melakukan Seiso (Pembersihan). Kegiatan pembersihan yang biasanya dilakukan tiap hari Senin oleh 2 orang itu saya tambah menjadi 4 orang. Demi kegiatan pembersihan yang ekstrim, besar-besaran dan paripurna, saya tunda satu agenda yang sudah menjadi kegiatan rutin kami tiap Senin; distribusi ayakan ke semua Mill.
Hasilnya memuaskan!
Setidaknya beberapa orang yang bertandang ke Mill Support sempat berkomentar; “Kok sekarang Mill Support jadi beda ya?”. Saya sendiri sempat merasa agak surprise ketika sekitar minggu ketiga saya datang ke workshop. Saya merasa ruangan kami terasa begitu lega, begitu terang, begitu luas. 
Berikut ini dokumentasi kegiatan Seiri, Seiton dan Seiso di Mill Support

Area penempatan plat, acrylic dan teflon sheet



Area Carpentry

Lemari Alat

Oke, tapi kami masih belum boleh berpuas diri. Masih ada S yang ke-4 dan ke-5. Dua S yang terakhir ini menjamin agar lokasi kerja kami tidak kembali amburadul, sekaligus membangun sebuah habit baru yang lebih baik dalam memperlakukan tempat kerja menjadi rumah kedua bagi para karyawannya.
Jadi, demi menjaga konsistensi Seiri, Seiton dan Seiso, setiap hari saya datang lebih pagi. Dengan bekal kamera hape, saya menginspeksi tiap sudut dan area kerja, lantas mengambil foto jika diperlukan. Ketika briefing, setelah Foreman selesai membagi jobdes, giliran saya yang bicara. Selain tambahan-tambahan detil tentang pekerjaan, saya juga menambahkan poin-poin terkait kegiatan 5S. Yang paling sering adalah membicarakan finding dari inspeksi pagi yang saya lakukan di hari itu.
Agak geli kalau melihat ekspresi anggota tim ketika saya mulai membuka HP. Sebab, foto yang akan saya tunjukkan secara tidak langsung akan menunjukkan personel yang bertanggung jawab terhadap area kerja yang menurut saya tidak benar. Misalnya; peralatan kerja yang tidak dikembalikan ke tempatnya atau jika masih ada sampah yang tidak masuk di tempat sampah.
Awalnya, setiap hari pasti saya masih menemukan sesuatu. Kaleng thinner yang masih di atas meja, celemek yang diselipkan di rak kawat, kain majun di bawah kursi, slang air bergelantungan di wastafel, sapu laba-laba yang disandarkan di dinding, kabel-kabel jigsaw dan gerinda bergelantungan, tempat alat yang tidak sesuai penempatannya, seal-seal bekas di lantai, mesin gerinda yang berdebu tebal, bahkan lap bekas oli di tempat spon cuci gelas milik saya! #hadeeeh. 
Tapi belakangan ini, jujur saya mulai kesulitan mendapatkan temuan. Mungkin karena anggota tim tidak ingin "dipermalukan” saat briefing karena lokasi kerjanya berantakan. 
Sejalan dengan bergulirnya waktu, temuan pagi saya kian "ngaco". Saya mulai mempermasalahkan hal-hal kecil yang dulu dengan mudah saya tolerir. Misalnya; prosedur mencuci tangan yang salah, yakni dengan mencipratkan air bekas cuci tangan di lantai, atau juga habit mengaduk kopi dengan plastik sachet yang digulung kemudian dibuang begitu saja ke tempat sampah sehingga menyebabkan tutup tempat sampah di dekat meja kerja saya bernoda. #duh
Setelah kurang lebih sebulan berlalu sejak hari Senin yang menjadi turning point itu, saya belajar beberapa hal terkait penerapan 5S;
1.       Bahwa 5S tidak akan pernah bisa dijalankan jika tidak ada komitmen dari pimpinan.
2.       Bahwa 5S memang tidak bisa dijalankan seorang diri.
3.       Bahwa 5S memerlukan konsistensi pimpinan untuk menjaga budaya kerja yang baik.
Jika satu saja dari ketiganya tidak ada, maka 5S hanya akan menjadi sebuah kegiatan yang hangat-hangat pisang goreng, hanya ramai jika akan kedatangan tamu atau auditor saja, hanya akan menjadi materi in class training yang menguap begitu kelas usai, hanya menjadi sebuah teori belaka.
Sekarang, setelah 5S mulai teraplikasi di Mill Support, saya merasa jauh lebih berbahagia dibanding sebelumnya. Dan semoga demikian juga yang dirasakan anggota tim Mill Support yang lainnya J

Because we never rest, for 5S!

2 komentar:

  1. assalamualaikum, hai mbak Maya,
    baru tahu blog ini pas mampir blognya mbak Nurul Rahma (nurul hayat). aku dulu ITS 99, Arsitektur, kenal mbak Maya pas PSM. dulu aku juga sempat kerja di 'pabrik' punya investor jepang jari pasti pake 5S juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walaikum salam.
      Halo mbak. Thanks sudah mampir ke sini :)
      Wah, sesama anak PSM kah? senangnya!!
      Iya, perusahaan Jepang pasti sudah menerapkan 5S. Kalau dibandingkan mereka, yang kami lakukan di bogasari masih jauuuh. Tapi semoga selangkah demi selangkah bisa mengikuti jejak mereka :D

      Hapus

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)