“Ternyata kita tidak fair
terhadap anak-anak”
Memang kata-kata
itu tidak ditujukan pada saya seorang. Tapi berhubung saya ada di sana saat
kalimat itu diucapkan, saya ikut merasa menjadi tertuduh dan tentu saja saya
tidak terima.
Bagaimana mungkin
saya dibilang tidak fair? Semenjak bayi pertama kami lahir, saya merasa selalu
melakukan apa saja agar bisa memberikan hanya yang terbaik untuk anak-anak.
Saya merasa seluruh tenaga dan pikiran sudah tercurah untuk kepentingan mereka
sehingga nyaris tidak tersisa waktu untuk memikirkan diri sendiri. Lantas,
bagaimana bisa saya dibilang orang tua yang tidak fair terhadap anak-anak? Terus
terang saya mangkel. Namun hanya selang beberapa menit, rasa kesal itu berubah
menjadi rasa bersalah karena “tuduhan” itu tidak salah.
Adalah Bapak Mohammad
Molik, pembicara tunggal Seminar Hypnoparenting yang beberapa waktu lalu saya hadiri
kemudian menjelaskan mengapa kita dianggap tidak fair terhadap buah hati kita.
Disadari atau tanpa disadari.
- Memberikan sisa waktu dan tenaga
Manakala kita pulang dari kantor di senja menjelang malam hari, dengan
badan dan pikiran yang letih, mungkin yang kita inginkan saat tiba di rumah
adalah rehat. Beberapa dari kita bahkan mungkin sesekali membawa pekerjaan kantor
untuk dikerjakan di rumah. Sehingga, waktu buah hati kita mengajak orang tuanya
bermain atau belajar atau menanyakan pelajaran yang dia tidak mengerti, bisa
saja kita menolak dan menyuruhnya bermain atau belajar bersama ibu atau
pengasuhnya. Atau kalaupun mau, kita hanya meladeninya dengan sekedarnya dan
hanya sebentar saja, lantas kita berkata; “Sudah ya, besok lagi, Ayah/Ibu
capek”.
Sejatinya, anak belum mengerti bahwa bekerja itu membuat capek. Mereka
tidak paham bahwa bekerja itu menghasilkan uang yang notabene untuk kepentingan
mereka juga. Yang mereka tahu, orang tua yang sepanjang hari tidak mereka
jumpai kini ada di rumah dan mereka kangen untuk bermain dan tertawa bersama.
Hanya itu.
Tapi para orang tua, yang mungkin waktunya untuk bertemu anak-anak jauh
lebih singkat dibanding bertemu rekan kerjanya malah hanya memberikan waktu dan
tenaga sisa-sisa untuk buah hatinya
- Mengungkit-ungkit jasa
“Papa kan capek kerja cari uang untuk kamu”
“Mama kan sudah capek-capek belanja, susah-susah masak, kok nggak dimakan?”
“Ayah/Ibu kan sudah begini begitu untuk kepentinganmu”
Bapak Ibu pembaca sekalian, anak-anak tidak pernah minta dilahirkan,
sedangkan menafkahi, merawat dan membesarkan anak-anak adalah sudah menjadi
kewajiban orang tua. Untuk apalagi Tuhan menitipkan anak pada kita kalau bukan
untuk dirawat dan dibesarkan dengan baik?
Coba bayangkan, seandainya di rumah ada pengasuh anak-anak yang berkata
demikian kepada Anda; “Saya kan sudah menjaga, sudah menyuapi, sudah memandikan
anak-anak waktu Bapak Ibu di kantor”. Bukankah itu memang sudah menjadi tugas
seorang pengasuh, dan memang untuk itulah
dia dibayar?
Jadi apakah pantas mengungkit-ungkit segala kebaikan yang sudah kita
lakukan untuk anak-anak, sedangkan hal-hal baik itu memang sudah menjadi
kewajiban yang sudah seharusnya dilakukan oleh orang tua?
- Memberi label yang buruk dan membandingkan
Ini sebenarnya inti dari Seminar Hypnoparenting. Tanpa disadari, kita
seringkali memberikan label yang kurang baik kepada anak-anak, seperti misalnya;
anak malas, anak bodoh, anak yang tidak tahu aturan, dan lain-lain.
Kalau diumpamakan pikiran anak-anak sebagai hardware komputer, kata-kata
ataupun label buruk yang acapkali mereka dengar tak ubahnya software komputer
yang terinstall dalam pikiran mereka. Anak-anak tidak akan memfilter apakah hal
yang mereka dengar itu benar atau tidak, sehingga semua kata-kata yang
ditujukan pada mereka akan tertancap begitu saja dalam otak mereka. Tidak heran
jika kemudian mereka akan menjalani hidup dengan berfikir bahwa; “Aku memang
malas”, “Aku memang bodoh”, “Aku memang tidak bisa diatur”.
Yang lebih parah lagi, kita seringkali membandingkan anak-anak dengan orang
lain, semisal; “Kok adik nggak rajin belajar seperti kakak?”, “Kok si anu bisa
lebih pintar daripada kakak?”, “Kok si itu lebih jago mewarnai daripada adik?”.
Coba kembalikan ke diri kita sendiri, pastinya kita pun tidak senang kalau
dibanding-bandingkan dengan orang lain bukan?
Disadari atau
tidak, kerapkali orang tua memperlakukan anak-anak dengan cara yang mereka
sendiri tidak senang jika diperlakukan demikian.
Siapa sih yang
senang kalau ditanggapi setengah-setengah?
Siapa sih yang
senang kalau kebaikan yang sudah kita terima malah diungkit-ungkit oleh yang
memberi kebaikan?
Siapa sih yang
senang diberi julukan yang buruk?
Siapa sih yang
senang kalau dibanding-bandingkan dengan kelebihan orang lain?
Saya yakin tidak akan
ada yang senang, namun justru dengan cara yang demikian kita kerap
memperlakukan anak-anak (yang selalu kita anggap sebagai bagian paling penting
dalam hidup)
Itulah mengapa
Pak Molik menganggap kita orang tua yang tidak fair.
Saat seminar
Hypnoparenting itu digelar, saya menghadiri pemaparan beliau hingga selesai,
tapi saya dan suami tidak mengikuti sesi tanya jawab. Entah mengapa, tiba-tiba saya
merasa ingin cepat-cepat pulang, saya merasa sangat kangen pada kedua anak
kami. Dipenuhi oleh rasa bersalah, saya ingin secepatnya bertemu dan memeluk
mereka, sambil berharap semoga belum terlambat memperbaiki semua kesalahan yang
telah saya lakukan selama merawat dan membesarkan mereka.
“Anakmu bukanlah anakmu. Mereka putra-putri
kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka datang melalui engkau tapi
bukan dari engkau. Dan walaupun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan
kepunyaanmu. Kau dapat memberi mereka cinta kasihmu tapi tidak pikiranmu. Sebab
mereka memiliki pikirannya sendiri. Kau bisa merumahkan tubuhnya tapi tidak
jiwanya. Sebab jiwa mereka bermukim di rumah masa depan, yang tiada dapat
kausambangi, bahkan tidak dalam impian-impianmu. Kau boleh berusaha menjadi
seumpama mereka, tapi jangan berusaha membuat mereka seperti dirimu”. Kahlil
Gibran
Dirangkum dari
Seminar Hypnoparenting oleh Yayasan Nurul Hayat.
Bapak H. Mohamad
Molik adalah founder Yayasan Nurul Hayat, dosen, wirausahawan dan juga ahli NLP
(Neuro Linguist Program).
Haiii... mbak Pramasti Sisimaya.. I'm a big fan of your writing. Sangat renyah, enak dibaca, sistematis. Selamat ya udah menang lomba #MyHijabStory di Hijabographic. Tetap nulis ya mbaaakkk :-)
BalasHapusHai juga mbak Sidqi&39;s mom, terima kasih sudah mau membaca tulisanku. Masih lagi belajar Mbak. Boleh dikasih kritik dan masukan Mbak, biar saya nya tambah pinter, hehe... Thanks again yaaa...
Hapussalut may .. hebaat .. jadi kangen Fathir
BalasHapusHaiii Bunn...makasih ya sudah mampir baca ^-^
HapusSalam cup cup buat Fathir, sama buat mas Darrel juga ^-^
Meyentuh...... :( ternyata ketidak adilan jusru kita lakukan ke orang terdekat ya.....
BalasHapus