Senin, 24 September 2012

Kaliandra, Kecantikan Jawa Timur yang Tersembunyi



Akhirnya kami memutuskan untuk ke Kaliandra hari Minggu (23 September 2012) lalu. Awalnya kami hanya ingin refreshing sekalian makan-makan di luar rumah memperingati hari jadi Papa yang ke-60.
Kaliandra dipilih karena memenuhi beberapa kriteria; lokasi yang tidak terlalu jauh dari rumah kami di Surabaya, tempatnya belum pernah kami kunjungi, serta (harapannya) tidak crowded seperti halnya tempat hiburan lain di pegunungan (seperti misalnya Taman Safari, Jatim Park, atau Batu Secret Zoo). Satu alasan lagi adalah kami terprovokasi oleh seorang teman asal Jerman yang memuji-muji keindahan Kaliandra. Tidak hanya jadi ingin tahu, tapi juga jadi tidak ingin kalah. Masa bule Eropa sudah pernah ke sana sedangkan kami yang penduduk lokal malah belum?
Cuman masalahnya adalah, tidak ada satu pun dari kami yang mengetahui persis di mana lokasi Kaliandra dan harus lewat mana untuk sampai ke sana. Untunglah ada Blackberry dan Google yang membantu menemukan arah-arah ke Kaliandra. Akhirnya kami sampai di Kaliandra tanpa acara kesasar ^-^

Bagaimana Mencapai Kaliandra?
Sangat gampang. Ikuti saja jalan yang menuju Taman Safari II, Prigen. Mau lewat yang ada patung gading gajahnya boleh, mau lewat jalan yang lama (akses lama yang melewati pasar) juga monggo. Sesaat menjelang loket masuk Taman Safari II lagi-lagi kita akan ketemu sama patung gading gajah, nah tepat sebelum patung gading gajah itulah ada jalan ke arah kanan. Kalau memang berniat ke Kaliandra, segeralah berancang-ancang mengambil haluan plus menyalakan lampu sein untuk bermanuver ke kanan, begitu sudah melihat patung gading gajah dari kejauhan.
Setelah belok kanan, tinggal ikuti saja papan petunjuk yang ada di sepanjang jalan. Kira-kira dari belokan tadi jaraknya sekitar 2 kiloan lah. Memang sih papan penunjuknya tidak terlalu menyolok, tapi cukup kelihatan kok kalau kita jeli melototin jalan ^-^

Gerbang Kayu nan Sederhana
Jalan itu membawa kami ke sebuah gerbang kayu yang (menurut saya) sangat biasa. Sempat juga mengira bahwa bukan itu tempat yang kita cari. Tapi melihat tanda-tanda di depan gerbangnya, kami langsung curiga bahwa memang itulah Kaliandra.
Seorang petugas security keluar dan menyambut kami yang masih diliputi tanda tanya. Ternyata kami sudah berada di jalan yang benar. We’ve found Kaliandra. Setelah mengisi form tamu, bapak security yang ramah tersebut mengantar kami ke kantor marketing.

Begitu masuk, kami tidak merasa ada di tempat wisata, melainkan sedang bertamu ke rumah dengan halaman yang luas. Saya duduk di teras bergaya Jawa sambil menunggu petugas marketing yang dimaksud. Sambil menunggu sempat juga melihat sitemap lokasi Kaliandra. Hooo...di situ saya melihat ada Bharatapura, ada Hastinapura. Acara mempelajari sitemap terinterupsi karena seorang mas-mas yang tampak ramah menyapa saya sembari tangannya membawa brosur Kaliandra dan kartu nama.

Setelah berbasa-basi sejenak, kami memutuskan untuk makan dulu. Si mas yang ternyata memang ramah tadi berjanji untuk mengantar kami berkeliling kompleks Kaliandra setelah kami makan.

Makanan ala Restoran Kaliandra
Konon makanan yang diolah di restoran Kaliandra ini dibuat tanpa tambahan MSG. Sudah begitu, sayur-sayurannya pun adalah sayuran organik yang ditanam sendiri. Harganya relatif tidak mahal dan rasanya pun enak. Beberapa menunya pun cukup khas karena belum pernah saya lihat di tempat lain, taruhlah “Ikan Tengiri Bumbu Dabu-Dabu” atau “Tim Gurami dan Bunga Kecombrang”. Saya sendiri mencoba seporsi sop buntut, secangkir teh rosella hangat dan secangkir teh susu mint.
Seekor lebah yang berukuran lumayan besar turut bergabung bersama kami, turut mencomoti gumpalan nasi berbumbu dan membawanya terbang entah ke mana.
Sepertinya memang makanannya dimasak tanpa MSG, karena jika ada MSGnya kemungkinan tidak akan ada serangga yang berminat untuk mencicipi (begitu sih kata orang-orang tua).
Oya satu hal lagi, semua makanan itu kami nikmati sambil nongkrong di atas gazebo.

Bharatapura dan Hastinapura
Melihat gaya bangunan dan penataan layout Kaliandra membuat kita merasa berada di kompleks bangunan candi-candi Hindu. Ruang-ruang pertemuan didesain bergaya pendopo yang terbuka. Belum lagi penempatan beberapa patung-patung di beberapa lokasi. Ditambah lagi penamaan kompleks penginapannya yang juga beraroma Hindu; Bharatapura dan Hastinapura.
Bharatapura terletak di bawah sedangkan Hastinapura di atas. Kompleks penginapan yang dekat dengan pintu masuk adalah Bharatapura dan terdiri atas kamar-kamar twin atau single serta cottage-cottage bergaya asrama. Sedangkan Hastinapura merupakan kompleks bungallow yang berlokasi 7-10 menit berjalan kaki dari Bharatapura. Ada 5 (atau 6 ya?) bungallow berkapasitas 6 orang di sana plus sebuah kolam renang kecil bergaya pemandian jaman Majapahit. Air kolam tersebut katanya diambil langsung dari mata air Gunung Arjuna. Saya jadi mambayangkan betapa asyiknya berendam di kolam tersebut. Betapa tidak? Lokasinya yang dikelilingi pepohonan hijau dan beberapa arca dewa-dewa Hindu yang diletakkan di pinggiran kolam, membuat kita sejenak tidak merasa ada di Jawa Timur.

Kecantikan Tersembunyi di Lereng Gunung Arjuna
Yang membuat tercengang dan terbengong-bengong adalah saat kami sedang berjalan dari Bharatapura menuju Hastinapura. Kami melihat istana. Ya, istana di tengah hijaunya pepohonan Gunung Arjuna. Istana bergaya Eropa nan mewah, lengkap dengan seekor burung Merak jantan yang dibiarkan lepas berkeliaran di terasnya.

Pendengaran saya jadi agak-agak kabur karena masih tercengang dengan pemandangan di depan mata. Sehingga penjelasan dari sang pemandu jadi terdengar samar-samar. Sependengaran saya, bangunan semacam itu ada lebih dari satu. Yang satu ditempati oleh sang pemilik Kaliandra, dan yang lainnya lagi untuk disewakan dengan rate yang lebih mahal ketimbang rate hotel JW Mariott. Biasanya penyewanya adalah para ekspatriat.
Masih belum hilang kebengongan kami yang membayangkan bagaimana membawa material untuk membangun istana semacam itu di tengah gunung semacam ini, kami disuguhi kejutan lain. Di depan mata kami kini ada kolam teratai dan yang menjadi backgroundnya adalah villa bergaya kastil Eropa kuno lengkap dengan kolam renangnya. Bangunan itu ternyata juga disewakan, dibangun tahun 2004, namun eksteriornya sengaja dibuat seakan-akan itu adalah bangunan kuno abad 19. Satu-satunya sentuhan yang membuat sadar bahwa itu adalah bangunan modern adalah 1 set kursi teras berwarna putih yang masih tampak baru.

Mengapa Kaliandra Ada?
Melihat dan menjelajahi tiap sudut Kaliandra, terasa sekali tempat itu bukan dibangun untuk tujuan komersial. Berbeda dengan Wisata Bahari Lamongan, Jawa Timur Park atau Taman Wisata Selecta. Maksud saya begini,tempat tujuan wisata pada umumnya akan banyak dikelilingi orang berjualan, berwarna-warni dan meriah, papan-papan penunjuk jalan yang besar-besar tetapi “dingin”. Maksudnya “dingin” itu begini, tempat wisata biasanya bersifat “silahkan menikmati jika sudah membayar”. Tapi di Kaliandra tidak. Di sini, “hospitality” (saya kok lebih seneng menuliskan hospitality ketimbang keramahtamahan) bahkan sudah terasa semenjak kami belum melewati gerbang utama. Semakin terasa saat kami mulai memesan makanan dan berkeliling di lahan seluas 21 hektar tersebut. Kami benar-benar merasa seperti tamu yang dijamu, tidak seperti mengunjungi wahana wisata.

Saat itu hari Minggu dan Kaliandra sedang full booked, tapi sama sekali tidak terasa crowded. Kalau biasanya jika ke tempat wisata, yang dirasakan adalah capek karena harus ngantri membeli makanan maupun merasakan wahana permainan. Di Kaliandra, kami benar-benar merasa refresh, recharge, walaupun harus berjalan cukup jauh menjelajahi kompleks Bharatapura dan Hastinapura. Ini baru namanya wisata. Ini baru namanya tetirah. Sekalipun kami tidak sampai menginap.

Kaliandra konon katanya dimiliki oleh seorang pengusaha Indonesia berdarah Cina-Belanda. Konon lagi, saat ini beliau sudah berusia 70 tahunan. Beliau menginginkan Kaliandra menjadi sebuah “legacy” (saya kok lebih senang menuliskan legacy ketimbang warisan atau pusaka). Dari situlah tercipta Kaliandra, yang - menurut saya - merupakan perpaduan yang harmonis antara pendidikan, alam dan budaya. Dan melihat Kaliandra, saya rasa keinginan beliau telah terlaksana. Kaliandra telah menjadi sebuah “legacy” bahkan sebelum sang pemilik berpulang ke alam baka.

Kaliandra dengan segala pesona dan keramahtamahannya telah menawan hati kami. Kami bertekad untuk suatu saat kembali ke sana, melihat pemandangan yang belum kami lihat Minggu siang kemarin. Yakni melihat bagaimana wajah Kaliandra di waktu senja dan malam hari.

Masih banyak yang bisa diceritakan tentang Kaliandra, walaupun kunjungan kami ke sana sebenarnya termasuk singkat. Tapi saya tidak ingin bercerita terlalu banyak. Ini memang saya sengaja agar Kaliandra tetap menjadi misteri. Agar kecantikan Kaliandra bisa dibuktikan lewat lensa-lensa mata kita sendiri. Namun jika ingin melihat seperti apa Kaliandra, fasilitasnya, program-program yang ditawarkan dan lain-lain, silahkan kunjungi www.kaliandrasejati.org.

Semoga Bermanfaat ^-^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)