Happy reading ^-^
---
Ketika Letih
Berbuat Baik
@Psisimaya
“Ketika kau merasa letih dalam
melakukan kebaikan, maka sungguh keletihan akan segera sirna dan kebaikannya
abadi. Namun ketika kau merasa bahagia melakukan dosa dan maksiat, ketahuilah
bahwa kebahagiannya akan segera sirna sedangkan dosa dan kemaksiatannya akan
abadi”. (Ali bin Abi Thalib)
---
Mei (bukan nama sebenarnya) menggenggam
selembar kertas dengan gemetar. Matanya merah.
Entah menahan amarah, entah menahan air mata, entah dua-duanya. Ia
melirik Sinta (juga bukan nama sebenarnya), yang tengah bersuka cita memandangi
kertas hasil ujian Fisika yang baru saja dibagikan. Mata Mei tertumbuk pada
angka 90 di sudut kanan atas kertas ujian teman sebangkunya itu. Lalu matanya
beralih pada kertasnya sendiri yang hanya mendapat nilai 60. Mei tak tahan
lagi. Dia segera lari ke toilet sebelum air matanya tumpah.
Sakit hati yang dirasakan Mei cukup
beralasan. Beberapa hari menjelang ujian, Mei belajar keras, agar tidak
mendapat angka merah lagi seperti sebelumnya. Ketika ujian, Mei melihat sendiri
Sinta menempatkan kertas berisi rumus-rumus tentang lensa dan cahaya di bawah
bangkunya. Dengan keliahaiannya, Pak Guru tidak bisa mendeteksi gerak-gerik
Sinta saat memindahkan rumus-rumus itu di kertas ujiannya. Kini, begitu nilai
ujian dibagikan, ternyata nilai yang diperoleh Mei melalui upaya belajar keras
dan jujur malah lebih jelek daripada nilai Sinta.
Itu sebabnya, di dalam toilet
sekolah yang lengang karena masih jam belajar, Mei terisak pelan. Inikah hasilnya orang yang sudah capek-capek
belajar dan berbuat jujur? Kenapa orang yang curang malah mendapatkan hasil
lebih baik?, pikirnya dengan air mata berlinang.
Sobat, mungkin bukan hanya Mei
yang punya pengalaman semacam itu. Yakni ketika hal-hal baik yang kita lakukan
ternyata tidak mendatangkan hasil yang diharapkan. Sudah capek-capek belajar,
masih juga dapat nilai jelek. Sudah capek-capek berlatih, tetep juga kalah
bertanding. Sudah capek-capek mengurusi acara amal, tetap saja ada yang mengkritik.
Sudah capek-capek senyum dan bersikap ramah, malah dibalas dengan muka masa
bodoh. Sudah capek-capek menolong orang, eh boro-boro dapet balasan, dapat
ucapan terima kasih aja enggak!
Nah lho, kalau sudah begini,
apakah lantas kita akan berhenti berbuat baik? Atau lebih parah lagi, putar
haluan dengan berbuat dosa dan maksiat? Misalnya; mengambil jalan pintas dengan mencontek, atau
dengan bermalas-malasan, atau tak mau lagi terlibat dalam kegiatan amal, ogah
bersedekah dan enggan menolong sesama. Na’udzubillah…Jangan sampai ya Sob...
Sayidina Ali bin Abu Thalib
pernah menasehatkan agar kita tidak lelah berbuat kebaikan. Sebab, rasa letih
karena berbuat kebajikan akan segera sirna, sementara kebaikannya akan abadi.
Ibaratnya, kebaikan yang kita lakukan kelak akan menjadi investasi yang
menjanjikan kelak di kemudian hari. Bukankah itu sudah cukup jadi alasan untuk
senantiasa berbuat baik, apapun yang terjadi?
Lagi pula, Allah juga sudah
berjanji bahwa kebaikan sekecil biji sawi pun akan mendapatkan balasan. Allah
nggak mungkin bohong kan? Jadi yakinlah Sob, tak ada kebaikan yang sia-sia.
Sekecil apa pun itu.
Tidak akan sia-sia perjuangan
kita untuk belajar dan berbuat jujur. Tidak akan sia-sia tiap keping uang yang
kita sedekahkan. Tidak akan sia-sia tiap tarikan bibir yang kita pakai untuk
tersenyum. Tidak akan sia-sia rasa letih kita untuk selalu berbuat baik.
Memang sih, terkadang Allah
memberi balasan atas kebaikan-kebaikan itu dengan caraNya, yang mungkin tidak
kita sadari. Ini nih yang kemudian membuat kita merasa apa yang sudah kita
lakukan sia-sia saja.
Misalnya pada kasus Mei. Dia
kan sudah belajar sungguh-sungguh, kenapa dia nilainya malah lebih rendah daripada
temannya yang nyata-nyata tidak jujur dalam ujian? Mana balasan yang dijanjikan
Allah?
Once
again, Allah tak mungkin mengingkari janjiNya. Semangat belajar
dan kejujuran Mei tetap mendapatkan balasan. Cuman ya itu tadi, Allah kan tidak bilang akan memberikan balasan
seperti apa? Apakah dengan hasil ujian yang bagus atau dengan tambahan nilai
pahala dalam catatan amalnya atau dengan hal-hal baik yang terjadi pada Mei di
kemudian hari. Misalnya dengan kesehatan, terhindar dari musibah dan
menghadirkan orang-orang soleh yang sayang dan peduli pada Mei.
Mungkin juga Allah punya maksud
lain dibalik nilai Mei yang tidak memuaskan itu. Bisa jadi Allah hendak melatihnya
untuk menjadi pribadi yang pantang menyerah dengan menguji Mei sejauh mana ia
bisa berlaku jujur. Siapa tahu Allah sedang membentuk Mei menjadi karakter yang
tangguh? Bukankah itu jauh lebih berharga daripada nilai ujian yang masih bisa
diperbaiki?
So, apa pun yang terjadi, jangan
takut capek berbuat baik ya Sob, walau mungkin kita tidak atau belum
mendapatkan hasil yang kita harapkan. Allah tahu pasti kok apa yang terbaik
untuk kita. Jadi, jangan sampai kita menyimpan prasangka buruk terhadapNya.Yakinlah,
Allah pasti memiliki skenario terbaik untuk hambaNya yang tak pernah letih
berbuat baik. Insya Allah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.