Walau pada akhirnya dinyatakan tidak menang, saya tetap senang karena bisa menyelesaikan proyek pribadi tentang manusia paling istimewa sepanjang sejarah; Rasulullah Muhammad SAW.
Nah, karena sudah terlanjur ditulis, sayang rasanya jika hanya mengendap di laptop. So, saya akan mempostingnya di blog ini secara bertahap. Siapa tahu, akan ada satu atau dua atau berapa pun pembaca yang bisa memetik manfaat. Aminn....
Keseluruhan tulisan ini nantinya akan berada dalam satu label/kategori (The Real Idol). Tak jadi masalah jika membacanya secara acak atau berurutan. Silahkan lihat Daftar Isi untuk melihat keseluruhan bagian "The Real Idol" untuk memilih bagian-bagian yang lebih menarik untuk dibaca.
Selamat membaca dan selamat jatuh cinta pada manusia teristimewa, kekasih Allah, Muhammad bin Abdullah :)
---
Nabi Musa Iri Pada Umat Muhammad
“Mana mungkin Nabi Musa iri? Bukankah dia juga salah
satu manusia istimewa yang mendapatkan banyak mukjizat. Allah juga
menjadikannya Rasul dengan memberikan kitab Taurat. Allah juga memberikan
privilege pada Nabi Musa untuk bisa bercakap-cakap langsung denganNya. Manusia
seperti itu bisa iri pada kita, manusia biasa yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad? Rasanya kok nggak masuk akal ya?”
Kawans, tampaknya memang tak bisa dinalar, tapi hal
itu memang benar adanya. Coba deh
tengok kisah yang satu ini;
Alkisah,
ketika Nabi Musa sedang membaca lembaran Taurat, dia mendapati di sana tertulis
tentang cerita suatu umat. Maka Nabi Musa pun bertanya pada Allah;
“Tuhanku,
aku menemukan suatu umat yang paling baik yang dituju kepada umat manusia untuk
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Mereka beriman kepada kitab
yang pertama dan yang terakhir. Mereka memerangi golongan orang-orang sesat
sehingga mereka pun memerangi Dajjal. Jadikanlah umat itu sebagai umatku”
Allah
menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
Lalu
Nabi Musa pun meneruskan membaca. “Tuhanku, aku menemukan umat yang suka
memujiMu, yang selalu mengawasi perputaran matahari dengan seksama. Bila mereka
ingin melakukan sesuatu mereka berkata; “Insya Allah”. Jadikanlah mereka
menjadi umatku”
Lantas
Allah menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
“Tuhanku,
aku aku menemukan bahwa ada umat yang apabila mereka naik ke atas bukit mereka
mengucap takbir, apabila turun dari bukit ia bertahmid, tanah adalah suci bagi
mereka, bumi adalah masjid bagi mereka di mana saja mereka berada, mereka
disucikan dari junub, mereka bersuci menggunakan tanah apabila mereka tidak
mendapatkan air, wajah mereka terang berseri karena wudhu, jadikanlah mereka
sebagai umatku”
Lagi-lagi
Allah menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
“Tuhanku,
aku menemukan ada umat yang dikasihi dan mereka itu lemah. Mereka mewarisi Al
Kitab. Mereka adalah umat pilihanMu. Di antara mereka ada yang berbuat
zhalim pada dirinya sendiri. Ada yang
sederhana saja. Ada yang bersegera melakukan kebaikan. Aku tidak menemukan
seorangpun di antara mereka kecuali dikasihi. Jadikanlah umat itu sebagai
umatku”
Untuk
ke sekian kali Allah menjawab; “Itu adalah umat Muhammad”
“Tuhanku
aku menemukan dalam kita Taurat ada umat yang Mushaf mereka berada di atas dada
mereka. Mereka berbaris ketika shalat seperti barisan Malaikat. Suara mereka di
dalam Masjid bagaikan suara lebah. Tak satu pun di antara mereka yang masuk
neraka kecuali orang yang enggan beramal kebaikan. Jadikanlah umat itu sebagai
umatku”
Jawaban
Allah masih sama; “Mereka adalah umat Muhammad”
“Lagi-lagi
Umat Muhammad?”, batin Nabi Musa yang merasa kagum sekaligus iri dengan segala
kemuliaan yang diperoleh umat Muhammad, hingga ia pun berkata; “Jika demikian,
ijinkanlah aku menjadi pengikut Muhammad”.
“Itu
tidak mungkin Musa, karena dia akan aku utus setelah engkau”, jawab Allah.
Nabi
Musa pun kecewa mendengar jawaban tersebut.
Kemudian,
Allah berfirman;
“Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih
(melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara langsung denganKu, sebab
itu berpegangteguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu
termasuk orang-orang yang bersyukur” (QS. Al A’raaf:144).
Akhirnya,
Nabi Musa pun mulai berlapang dada menerima kenyataan bahwa ia tak akan pernah
bisa menjadi salah satu umat Nabi Muhammad seperti kita.
Mari
kita renungkan sejenak, seorang Nabi Musa merasa “iri” pada kita semua yang
terlahir setelah kelahiran Muhammad dan kemudian mengakui bahwa beliau adalah
utusanNya. Seorang Musa yang telah dijamin pula mendapat kemuliaan di SurgaNya
kelak bahkan masih merasa ingin menjadi seperti umat Muhammad dan sempat merasa
tidak ridha bahwa Nabi Muhammad diutus setelah masa hidupnya?
Subhanallah, semua itu tak kan terjadi
seandainya Nabi Muhammad tidak mendapatkan kemuliaan yang begitu tinggi hingga
para umat beliau pun ikut mendapatkan keistimewaan di mata Allah.
Jazakillah khoiron khatsir.....
BalasHapus