Selasa, 04 November 2014

[Cerpen] Basement


Aku tidak ingat apa yang membuatku begitu membenci basement. Yang pasti bukan karena aku mengidap klaustrofobia. Bukan. Buktinya, aku baik-baik saja kalau berada di dalam lift yang sempit dan disesaki penumpang. Aku juga merasa oke ketika berjalan di lorong sempit di “Haunted Castle”, rumah hantu yang katanya paling menyeramkan di kota kami.
Aku juga tidak ingat sejak kapan aku membenci basement. Rasanya, dulu waktu awal-awal aku bekerja di Mall ini, aku baik-baik saja. Aku tidak terganggu dengan lorong-lorong melingkar yang hanya muat satu mobil, dinding-dinding kelabu dengan garis kuning menyala di kiri kanan, lampu-lampu kecil remang-remang yang membuat lorong-lorong di basement menjadi seperti perjalanan dengan mesin waktu. Aku sama sekali tak merasa terganggu, walaupun terkadang kupikir lorong-lorong menuju basement ini seolah tiada akhir.
Aku tak mengerti, mengapa hari ini aku sedemikian ketakutannya ketika melihat mulut lorong yang akan membawaku dua level dari permukaan tanah, menuju tempat parkir khusus karyawan Mall di lantai basement.
Aku tak punya pilihan lain. Kalau tidak segera parkir, aku akan terlambat masuk kerja. Mall akan segera buka, dan sebagai manajer sebuah restoran cepat saji, masih banyak yang harus kupersiapkan. Telapak tanganku terasa dingin ketika mobilku mulai menyusuri lorong, turun ke bawah, menuju basement.
Perlahan, dengan gigi satu, aku membiarkan mobilku melaju menyusuri lorong berdinding abu-abu. Berputar. Ke bawah. Terus berputar. Terus...berputar...
Aneh, seingatku lorong ini biasanya tidak sepanjang ini. Jangan-jangan...lorong ini benar-benar berubah menjadi lorong tak berujung?
Segera kutepis pikiran itu. Ah, aneh-aneh saja. Aku kan tidak sedang bermimpi atau main film. Setengah mati aku berusaha meyakinkan diri bahwa lorong ini akan membawaku ke tempat parkir dan semuanya akan baik-baik saja.
Mobilku berputar beberapa kali hingga akhirnya aku melihat cahaya. Tidak terlalu terang, tapi cukup membuatku menghembuskan nafas lega. Akhirnya.... Segera kuparkir mobilku dan berjalan menuju pintu masuk menuju Mall. Eh,tapi...di mana pintunya? Biasanya ada di sebelah sana. Kenapa sekarang tidak ada?
Aku menjitak kepalaku sendiri. Membenci sifat pelupaku yang kian hari kian parah. Kok bisa sih aku lupa letak pintu masuk menuju tempat kerjaku sendiri? Aku menoleh kiri kanan mencoba mencari petunjuk. Ah, kebetulan ada seorang security yang sedang berkeliling.
“Pak, pintu masuknya sebelah mana ya?” tanyaku.
“Sebelah sana Mbak,” ujar petugas berseragam itu seraya menunjuk sebuah arah.
Aku mengikuti arah yang ditunjuknya dan melihat sebentuk daun pintu berwarna biru. Lega rasanya. Rupanya bukan pintunya yang hilang, melainkan akunya yang lupa. Setelah berterima kasih, aku langsung bergegas menuju arah yang ditunjuk.
“Hati-hati Mbak,” panggil Security itu lagi.
Aku menoleh ke arahnya dengan kening mengernyit.
“Kemarin malam ada perempuan yang habis diperkosa,” ujarnya lagi.
Aku terkesiap. Masa sih? Kok aku bisa tidak tahu? Kemarin malam kan aku juga masuk kerja. Rasanya tidak ada yang aneh ketika aku pulang. Ah, mungkin itu terjadi setelah aku pulang.
Namun apa yang kudapati di balik pintu berwarna biru itu membuatku ketakutan. Tidak ada Mall, tidak ada hawa sejuk berAC dan aroma khas pusat perbelanjaan, yang biasa menyambutku begitu aku membuka pintu. Tidak ada. Yang ada lagi-lagi hanya tempat parkir basement. Aku berbalik dan berusaha menemukan Security tadi. Dia tidak ada.
Astaga, ini pasti mimpi buruk. Aku menampar dan mencubit pipiku. Aw, sakit!
Dalam kondisi tegang, badan gemetaran dan keringat dingin yang mulai membasahi tengkuk, secepat mungkin aku berlari kembali ke mobil. Aku harus segera keluar dari tempat ini!
Aku menemukan mobilku. Ia masih terparkir di tempat di mana terakhir aku meninggalkannya. Segera kupacu mobilku meninggalkan tempat parkir menuju lorong pintu keluar.
Dinding kelabu lagi, lampu remang-remang lagi, lorong yang seolah tak berujung lagi. Mobilku terus melaju. Terus...melaju...Aneh, seharusnya lorong ini tak sepanjang ini. Seharusnya aku sudah sampai di atas dan bisa melihat cahaya matahari. Jantungku berdegub kian kencang tak keruan.
Karena nafasku mulai terasa sesak, aku menurunkan kaca jendela, dan angin yang entah datang dari mana menyeruak masuk. Sejenak memberikan rasa segar sekaligus menimbulkan bunyi yang tidak biasa. Krrsssk!!!
Aku menoleh. Ah, rupanya angin menghembus koran pagi yang tadi kubeli di lampu merah dan kugeletakkan begitu saja di bangku penumpang tanpa sempat kubaca. Tunggu dulu, judul headlinenya...
Ciiiittt...!!! Aku mengerem mobilku, tak peduli aku sedang berada di lorong tempat parkir yang dalam kondisi biasa, akan sangat berbahaya berhenti tiba-tiba seperti itu.
Tanganku gemetaran begitu membaca headline koran pagi hari ini. “Diduga Diperkosa, Karyawati Mall Ditemukan Tewas”. Detik itu ingatanku kembali. Aku ingat mengapa dan sejak kapan aku membenci tempat parkir basement yang  remang-remang dan sepi. Mataku menelusuri foto beberapa lelaki berseragam yang membawa kantung mayat. Ada insert foto kecil di ujung kanan bawah.
Itu fotoku.

-selesai-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)