Aku sudah lama
tersesat. Entah karena apa. Entah berapa lama. Entah membuatku berada di mana.
Aku tak kenal
tempat itu. Sebagaimana aku tak kenal diriku lagi. Negeri itu membuatku lupa.
Bahwa ada suatu masa aku pernah sangat bahagia. Masa ketika aku sendiri, tapi
tak pernah merasa sepi.
Sebab dulu aku
memiliki dia. Aku terikat dengannya. Sepanjang hari dia mengajarkan aku apa
artinya rindu. Dia selalu ada menemani lelahku. Seharusnya
aku tahu itu. Bahwa dia akan selalu menunggu, walau aku kian tenggelam dalam pusaran
waktu.
Aku tahu ini
bukan salah siapa-siapa. Bukan salahmu, bukan salahnya, bukan salah mereka. Melainkan aku. Aku lah yang jadi
biang perkara. Dengan penuh kesadaran, aku melepaskannya. Sebagaimana dulu aku
dengan suka cita, mengikatkan diri padanya.
Aku terlepas.
Tapi itu tidak lantas membuatku bebas. Nyatanya aku malah jatuh dalam belenggu. Belenggu yang tanpa ampun menderaku dengan sepi. Walau aku tak pernah sendiri. Walau sekitarku penuh hiruk pikuk. Membuatku hanya bisa menahan sedu sedan ketika malam.
Nyaris terlambat.
Aku sudah terlalu lama lepas. Seperti anak domba yang ditinggal sang gembala begitu saja. Setengah mati aku berusaha mencari jalan
kembali. Namun semua sia-sia. Aku tak bisa kembali. Dan hanya menyisakan sesal
tak berkesudahan.
Siapa sangka
Tuhan ternyata masih sayang? DikirimNya seorang penolong. Seorang penunjuk
arah. Tangannya yang kokoh menarikku keluar dari belenggu. Suaranya yang lembut
berbisik menenangkan. “Kamu akan pulang”.
Sang penunjuk
arah membawaku ke arah yang tepat. Sampai aku menemukan dia lagi.
Dia masih sama
seperti dia yang sejak dulu kukenal. Yang setia menungguku. Yang siap
mengikatku. Bukan dengan belenggu. Melainkan dengan dekapan yang menentramkan. Dengan dia, aku terikat dan terbebas di saat yang sama.
Hamba Tuhan yang
tersesat kini telah pulang. Hari ini baru kusadari. Segalanya terjadi karena kasih sayangNya. Karena Dia menjawab
sebuah doa lama. Doa bertahun-tahun lalu. Doa yang nyaris kulupakan. Doa yang pernah kuselipkan dalam sebuah kitab suci.
“Tuhan, mohon pereratlah ikatanku dengan lembaran-lembaran sabdaMu”
Surabaya, 23
Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan kritik, saran dan komentar untuk perbaikan konten blog ini.