Kamis, 08 Desember 2011

Rambak, Solusi Maag Yang Enak


Bukan karena saya pingin kurus atau ingin membentuk badan, saya lantas mulai jarang makan saat istirahat siang. Lha wong berat badan saya cuman 47 kg, tinggi 157 cm kok, jadi nggak mungkin kan mau saya kuruskan lagi.

Lebih tepatnya, saya mulai sering meninggalkan kantin setelah Lebaran. Alasannya, apalagi kalau bukan karena kecanduan internet? Setelah saya mulai belajar membuat blog, apalagi setelah bergabung dengan Asian Brain, saya mulai merasa waktu 24 jam sehari tidak cukup. Akhirnya, waktu makan sianglah yang menjadi korban.

Waktu yang hanya 1 jam itu saya manfaatkan untuk membaca, menulis, mencari referensi, update website, dan lain-lain. Sebulan kemudian, aktivitas saya bertambah, yakni mengkonsep usaha pembuatan coklat praline (silahkan lihat websitenya, cuman saat ini memang masih acakadul). Walhasil, makan siang semakin saya lupakan, jam tidur pun mulai jauh berkurang. Mengapa? Tentu saja karena waktu 1 jam di siang hari masih di rasa kurang, jadi saya mulai sering melekan atau bangun jauh sebelum dini hari.

Tapi saya merasa baik-baik saja, bahkan saya merasa jauh lebih hidup daripada sebelumnya. Saya tidak lemas, juga tidak pusing. Hari Senin-Sabtu, jam 7 pagi sampai 3 sore, saya bekerja di pabrik seperti biasa, malah dengan semangat kerja yang jauh lebih membara dibanding sebelumnya. Hari Minggu pun saya gunakan untuk bekerja, biasanya untuk membuat pesanan coklat.

Namun ternyata badan saya tidak sejalan dengan kemauan hati dan pikiran saya. Akhir Desember lalu, saya terserang Maag yang seumur hidup saya belum pernah merasakan.
Alamak, ternyata sakitnya luar biasa. Obat maag yang dibelikan suami saya pun tidak bisa mengatasi, akhirnya saya terpaksa terkapar di ranjang poliklinik. Dan yang paling menyiksa, saya terpaksa menjauhi sambal pedas favorit.

Seorang rekan kerja yang mengetahui keadaan saya menyarankan saya untuk makan kerupuk rambak (kerupuk dari kulit sapi). Awalnya tidak saya pedulikan, namun karena 3-4 teman kantor mengatakan hal yang sama, akhirnya saya coba juga. Mengingat saya sudah mulai putus asa, karena beberapa hari lagi, saya harus mengikuti jadwal training Outbound Leadership di Batu, akhirnya saya beli sebungkus rambak di Mini Market.

Dan ternyata hasilnya instan !!!!

Setelah saya makan habis sebungkus kecil kerupuk rambak, perut saya tidak lagi terasa ditusuk-tusuk. Rasa sakitnya hilang tak berbekas, sampai sekarang ....Hore.... Selamat tinggal sakit maag.

Namun sejak kejadian itu, sekarang saya insap. Apalagi setelah mengecek berat badan saya yang tinggal 42 kg, turun 5 kilo looo....

Sekarang saya mulai makan siang lagi. Jam tidur pun mulai diatur. Saya pun mulai memanjakan diri lagi di hari Minggu, satu-satunya hari libur yang saya punya. Pendek kata, saya kapok kena sakit Maag.

Bagi yang punya masalah dengan Maag, solusi kerupuk rambak bisa dicoba.
Bagi yang belum pernah punya masalah dengan Maag, walaupun kerupuk rambak itu enak, mendingan jangan pernah kena deh....


Semoga bermanfaat
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, hanya nisankah yang akan kita tinggalkan? (Papa/H. Slamet Sulaiman)